Jika kita menilik hadits-hadits Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam secara detail dan teliti, akan kita dapati betapa sempurnanya ajaran agama Islam ini. Di antara ilmu-ilmu Islam lainnya, ilmu fikih memiliki kedudukan penting sepanjang sejarahnya. la berfungsi sebagai kontrol moral bagi kehidupan seorang Muslim. la juga sebagai rambu-rambu dan undang-undang kehidupan sosial. Hal ini setidaknya diperlihatkan bagaimana fikih memberi aturan-aturan etis kehidupan manusia hingga ke hal-hal yang dianggap paling sederhana sekalipun. Semisal hal yang berkaitan dengan wewangian (parfum) yang tidak mengandung alkohol.
Dikisahkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda, “Barangsiapa yang diberikan kepadanya satu tetes aroma wewangian, janganlah is menolaknya. Karena, is merupakan bawaan yang ringan dan mampu menyebarkan aroma harum.”
Diriwayatkan dari Abu Sa’id r.a. bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda terkait minyak wangi misik, “la adalah bahan cairan yang dapat mengharumkanmu (memberikan aroma sedap kepadamu).”
Oleh sebab itu, kita sebagai umat Islam hendaknya selalu beretika dengan menjaga dill agar tetap suci dan wangi.
Selain itu, fungsi ilmu fikih sebagai kontrol moral juga terlihat dalam perkara berhias. Artinya, bila berhias itu ditujukan untuk gamer perhiasan dan kesombongan, maka perkara-perkara tersebut justru akan tertolak lantaran menjadi tidak baik. Hal ini seperti hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud r.a. bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda, “Tidak akan bisa masuk surga bagi siapa saja yang di hatinya terdapat kesombongan, meskipun sebesar atom.”
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam pernah ditanya oleh se-orang pria, “Bagaimana hukumnya seseorang yang mencintai baju dan sandalnya karena keduanya balk?” Jawab Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, “Sesungguhnya Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Baik, maka Allah pun menyukai segala sesuatu yang memiliki nilai-nilai kebaikan. Adapun kesom-bongan hanyalah akan mengikis kebenaran dan mencemari nilai-nilai kemanusiaan.”
Jabir r.a. juga mengisahkan bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda, “Barangsiapa yang memakan bawang putih, bawang merah dan daun bawang, janganlah mendekati masjid. Karena sesungguhnya para malaikat pun merasa tersiksa jika manusia tersika oleh baunya.”
Dari dua contoh tadi mengenai aroma bau dan berhias, Rasulullah telah memberikan teladan yang sangat menarik dalam satu contoh yang sangat sederhana. Dalam sikap teladan ini, bila disadari, maka is akan mengajarkan kepada kita tentang bagaimana beretika, sekaligus dapat memberikan dampak positif dalam tata cara bergaul kita sebagai makhluk sosial.
Ilmu fikih tidak hanya membatasi dirinya dalam persoalan antara hubungan manusia dan manusia, namun juga membahas mengenai tema-tema perkakas dan pakaian (sandang pangan) yang dipakai dalam keseharian kita, seperti perkakas yang terbuat dari bahan dasar emas, kain sutera, bahkan sampai model kain tenun yang dibordir sekalipun. Hal ini ditegaskan dalam pelbagai hadits Nabi.
Dail Abu Musa r.a. bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Pehiasan emas dan sutera hanya diperbolehkan untuk para wanita. Sementara para pria diharamkan untuk mengenakannya.” (HR Ahmad, Nasa’i, dan Tirmidzi).
Pun Hudzaifah r.a. berkata, “Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam melarang kami (kaum pria) untuk makan dan minum menggunakan cawan yang terbuat dari bahan dasar emas dan perak. Begitu juga diharamkan (bagi kaum pria) memakai pakaian yang terbuat dari bahan sutera, atau duduk di atas alas yang terbuat dari bahan sutera.” (HR Imam Bukhari).
Namun, bilamana kondisi mendesak (dzarurat) dan menuntut se-orang pria untuk mengenakan sutera, misalnya jika memakai pakaian biasa justru akan memperburuk keadaannya, maka is diperbolehkan mengenakan pakaian sutera. Hal ini dapat kita lihat pada peristiwa yang diriwayatkan oleh Imam Anas, “Rasulullah memberikan kelonggaran kepada Abdul Rahman bin `Auf dan Zubair mengenakan pakaian sutera ketika keduanya sedang menderita penyakit kulit (gatal-gatal).” Riwayat ini menggambarkan bahwa hukum-hukum dalam ilmu fikih yang berkaitan dengan kehidupan manusia itu sangat kondisio-nal, lentur dan tidak kaku.
Sumber : Menyikap Rahasia Ibadah Dalam Islam – AsSyaikh Prof. DR. Abdul Halim Mahmud