Dalam kehidupan rumah tangganya beliau dari saat ke saat menerima perintah-perintah dari Allah SWT mengenai soal-soal tertentu. Banyak kalanya hubungan beliau dengan para istrinya tunduk kepada garis pengarahan yang datang dari Rabbul-alamin. Salah satu contoh yang paling menonjol mengenai itu ialah masalah desas-desus bohong yang hendak mencemarkan kemuliaan keluarga beliau. Masalah tersebut baru dapat terselesaikan tuntas setelah turun wahyu yang menegaskan kesucian Siti ‘A’isyah r.a., istri beliau. Demikian pula masalah pernikahan beliau dengan Zainab binti Jahsy, perceraian beliau dengan Hafshah, tetapi kemudian beliau merujuknya kembali setelah kedatangan malaikat Jibril yang membawa perintah Ilahi supaya melakukan hal itu untuk menghilangkan kesedihan ‘Umar Ibnul-Khaththab r.a. (ayah Hafshah).
Ketika para istri Rasulullah shalallahu alaihi wa aalihi wa sallam jenuh menderita hidup serba kekurangan, kepada beliau Allah SWT menurunkan wahyu-Nya:
يايها النبي قل لأزواجك إن كنتن تردن الحيوة الدنيا وزينتها فتعالين أمتعكن وأسرحكن سراحا جميلا . وإن كنتن تردن الله ورسوله والدار الأخرة فإن الله اعد للمحسنت منكن أجرا عظيما . الأحزاب :28-29 ٍٍ
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, “Jika kalian menghendaki kehidupan duniawi dan segala hiasannya, marilah kalian kuberi mufah’[1]-dan kalian kucerai dengan cara sebaik-baiknya. (Akan tetapi) jika kalian menghendaki keridaan Allah dan Rasul-Nya serta kebahagiaan di akhirat,
maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah telah menyediakan pahala amat besar bagi siapa di antara kalian yang berbuat baik.” (QS Al-Ahzab 28-29)
Tentang perilaku istri-istri beliau pun wajib tunduk kepada peraturan dari Allah yang menghendaki mereka turut menjadi teladan dan turut pula memikul pertanggungjawaban yang cukup berat sebagai para istri Nabi. Mengenai itu Allah berfirman:
ينساء النبي لستن كأحد من النساء إن اتقيتن فلا تخضعن بالقول فيطمع الذي في قلبه مرض وقلن قولا معروفا . وقرن في بيوتكن ولا تبرجن تبرج الجاهلية الأولى وأقمن الصلوة وآتين الزكوة واطعن الله ورسوله انما يريد الله لايذهب عنكم الرجس اهل البيت ويطهركم تطهيرا . واذكرن ما يتلى في بيوتكن من آيت الله والحكمة ان الله كان لطيفا خبيرا . الأحزاب 32-34 .
“Hai para istri Nabi, kalian tidaklah seperti wanita-wanita yang lain .Jika kalian benar-benar bertakwa, maka janganlah kalian menunduk* di saat berbicara (dengan pria lain) sehingga orang yang hatinya berpenyakit[2] menaruh keinginan (selera). Ucapkanlah kata-kata yang baik (dan segera dapat dimengerti). Hendaklah kalian tetap tinggal di rumah (kecuali ada keperluan) dan janganlah kalian menghias serta mempertontonkan diri dan bertingkah laku seperti dalam masyarakat jahiliyah dahulu. Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat serta taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sebenarnyalah Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kalian, hai ahlul-bait, dan hendak menyucikan kalian sesuci-sucinya. Ingat-ingatlah ayat-ayat Allah yang telah dibacakan kepada kalian dan hikmah (Sunnah Rasul). Sungguh Allah Maha lembut dan Maha Mengetahui.” (QS Al-Ahzab 32-34)
Firman Allah tersebut di atas cukuplah kiranya menunjukkan kepada kita betapa sukar memisahkan antara pribadi Rasulullah shalallahu alaihi wa aalihi wa sallam sebagai suami dan pribadi beliau sebagai Nabi dan Rasul. Demikian utuh pribadi beliau sebagai Nabi dan Rasul dalam keadaan bagaimanapun.
—————–
[1] Pemberian kepada istri y
[2] Yakni ingin berbuat serong.
3.Yang dimaksud “menunduk” ialah tidak bergaya demikian rupa hingga dapat membangkitkan selera nafsu kaum pria.
Sumber : Baitun Nubuwwah Karya H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini