Soal : Apa hukum menambah kata sayyid pada bacaan shalawat kepada Nabi Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam?
Jawab : Menambah kata sayyid pada bacaan shalawat kepada Nabi Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam menurut Imam Abu Hanifah, Malik dan Syafi’i sepakat memberlakukan tambahan kata tersebut, demi mengagungkan beliau dan karena lebih mengutamakan sopan santun (adab) di atas mengikuti perintah yang menyebutkan: “Bacalah Allahumma shalli ‘ala Muhammad…..” Tetapi Imam Ahmad lebih mengutamakan mengikuti perintah di atas sopan santun, sekalipun Imam Ahmad sendiri selalu menambahkan kata sayyid. Ia hanya bermaksud melebih utamakan mengikuti sunnah, karena siyadah Rasulullah Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam sudah merupakan hal yang muttafaq; beliau adalah sayyid (pemuka) orang-orang terdahulu dan orang-orang kemudian di dunia dan di akhirat, seperti dalam hadits:
انا سيد ولد ادم ولا فخر
“Aku adalah pemuka anak Adam dan tidak ada rasa bangga.”
Para ulama berkata: Adapun hadits لا تسيدونى فى الصلاة (janganlah kamu semua menyebutkan sayyid dalam membaca shalawat), maka hadits ini batil, tidak ada asalnya, bahkan maudhu’ (palsu). Redaksi hadits ini salah menurut bahasa Arab, karena dalam bahasa Arab tidak ada kataساد – يسيد yang ada adalahساد – يسود , padahal Nabi Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam tidaklah salah dan tidak pula membuat kesalahan. Menyandarkan kesalahan kepada Nabi Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam adalah suatu kesalahan besar dan pelakunya dikhawatirkan masuk ancaman sebagaimana dalam sabda beliau:
من كدب علي متعمدافليتبوأ مقعده من النار
“Barangsiapa membuat kebohongan atas nama saya, maka hendaklah, ia menempati tempatnya di neraka.”
Soal : Apa pendapat para ulama tentang hukum mendirikan bangunan di atas kuburan?
Jawab : Mendirikan bangunan di atas kuburan menurut pendapat ulama diperinci (tafshil); apabila kuburan itu ada di tanah hak milik, maka hukumnya boleh tetapi makruh, baik bangunan itu berupa cungkup atau lainnya. Apabila kuburan itu berada di tanah wakaf atau tanah umum, maka hukumnya mendirikan bangunan di atas kuburan pada tanah tersebut hukumnya haram, alasannya untuk menghindari sempitnya kuburan. Memang ada sebagian ulama mengecualikan kuburan orang-orang shaleh dan imam-imam umat Islam. Membangun suatu bangunan di atas kuburan orang-orang shaleh meskipun berada di tanah umum hukumnya boleh, karena dapat mendorong ziarah ke kuburan itu yang dianjurkan dalam syara’, dan agar orang-orang yang hidup dan yang telah mati di dekatnya mendapat manfaat dengan bacaan-bacaan yang dibaca oleh para peziarah. Dasarnya adalah ijma’ umat, yang telah sepakat mendirikan kubah (Qubbah Khadhra’) di atas kuburan Nabi Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam.
Sumber : Tanya Jawab Akidah Ahlussunnah wal Jamaah Karya Al-Habib Zein bin Ibrahim bin Smith Al-Alawi Al-Husaini