Para ulama menjelaskan: Tidak sah menggunakan dalil untuk meniadakan pertimbangan kafa’ah dalam nasab, dengan firman Allah dan hadits Nabi sebagai berikut:
يآايها الناس إنا خلقناكم من ذكر وانثى وجعلناكم شعوبا وقبائل لتعارفوا إن أكرمكم عند الله أتقاكم.
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.”
(QS. 49, al-Hujurat: 13)
لافضل لعربي على عجمي ولا لعجمي على عربي إلا بالتقوى
“Tidak kelebihan buat orang Arab atas orang selain Arab dan tidak kelebihan orang selain Arab atas orang Arab, kecuali dengan takwa.”
إن آل بنى فلان ليسوا بأوليائى إن اوليائى المتقون
“Sesungguhnya keluarga bani fulan bukanlah di bawah perwalianku, sesungguhnya orang-orang yang di bawah perwalianku adalah orang-orang yang bertakwa.”
Di dalam ayat dan hadits di atas tidak terdapat dalil untuk menggugurkan kafa’ah dalam hal nasab, sebab ayat dan hadits-hadits di atas menjelaskan kelebihan orang-orang ahli takwa, dan menjelaskan bahwa orang yang mulia di sisi Allah adalah orang yang bertakwa. Sedangkan pembicaraan kami bukan dalam persoalan ini. Pembahasan kami terbatas pada masalah nasab mulia. Bolehkah orang-orang yang berakal membanggakannya di dunia atau tidak? Tentang membanggakan nasab yang luhur adalah jelas; dan orang-orang yang memaksakan menikahkan wanita keturunan luhur dengan orang yang tidak kafa’ah dengannya merupakan pelecehan dan penghinaan terhadapnya. Larangan membanggakan nasab itu diartikan jika disertai kesombongan dan pelecehan terhadap orang-orang fakir. Adapun jika untuk tahadduts bin ni’mah dan menjaga kehormatan dari cacat atau memelihara hak nasab, maka tidaklah tercela, bahkan harus dijalankan oleh orang-orang yang berakal dan orang-orang yang memiliki harga diri, seperti sabda Nabi Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam:
انا سيد ولدآدم ولا فخر
“Saya adalah pembesar anak Adam, dan tidak ada kesombongan.”
انا النبي لا كذب انا ابن عبد المطلب
“Saya adalah Nabi, tidak ada kebohongan, saya adalah anak Abdul Muthallib.”
Sumber : Tanya Jawab Akidah Ahlussunnah wal Jamaah Karya Al-Habib Zein bin Ibrahim bin Smith Al-Alawi Al-Husaini