Tawasul Bagian ke-7
Soal :Bagaimana cara tawassul?
Jawab :Para ulama telah menerangkan, bahwa Tawassul dengan dzat-dzat yang mulia, seperti Nabi Shalallahu Alaihi Wa Alihi Wa Shahbihi Wasalam, para nabi dan hamba-hamba Allah yang shaleh itu ada tiga macam cara, yaitu:
1. Memohon (berdoa) kepada Allah Swt. dengan meminta bantuan mereka. Contoh:
………………اللهم انى اسألك بنبيك محمد او بحقه عليك او اتوجه به اليك فى كذا
“Ya Allah, saya memohon kepada-Mu melalui Nabi-Mu Muhammad atau dengan hak beliau atas Kamu atau saya menghadap kepada-Mu dengan Nabi Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam, untuk…. ………….”
2. Meminta kepada orang yang dijadikan wasilah agar ia memohon kepada Allah untuknya dalam terpenuhi hajat-hajatnya, seperti:
………… يا رسول الله ادع الله تعالى ان يسقينا او
“Ya Rasulullah, mohonkanlah kepada Allah Swt. agar Dia menurunkan hujan kepada kami atau…… “
3. Meminta sesuatu yang dibutuhkan kepada orang yang dijadikan wasilah, dan meyakininya hanya sebagai sebab Allah memenuhi permintaannya karena pertolongan orang yang dijadikan wasilah dan karena doanya pula. Cara ketiga ini sebenarnya sama dengan cara kedua. Tiga macam cara tawassul ini semuanya berdasarkan nash-nash yang shahih dan dalil-dalil yang jelas.
Soal : Apa dalil tawassul dengan cara yang pertama?
Jawab : Dalil tawassul dengan cara yang pertama adalah hadits-hadits Nabi Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam antara lain:
عن عثمان بن حنيف رضي الله عنه ان رجلا اعمى اتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله ادع الله ان يعافينى فقال ان شئت دعوت وان شئت صبرت فهو خير لك فقال فدع الله لى فقد اشتق على بصرى فأمره ان يتوضأ وصلي ركعتين ثم ركعتين ثم يدعو بهذا الدعاء: اللهم انى اسألكواتوجه بك الى ربى فى حاجتى هذه لتقضي لى اللهم فشفعه في ففعل الرجل ذلك ثم رجع وقد ابصر.
Dari utsman bin Hunaif ra. sesungguhnya seorang laki-laki tuna netra datang kepada Nabi Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam dan berkata: ‘Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar menyembuhkan saya.” Beliau bersabda: “Jika engkau mau, berdoalah. Dan jika engkau mau, bersabarlah (dengan kebutaan) karena hal itu (sabar) lebih, baik untuk kamu.” Laki-laki itu berkata: “Berdoalah kepada Allah untuk saya, karena mataku benar-benar memberatkan (merepotkan-ku.” Kemudian Nabi Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam memerintahkan si laki-laki itu agar berwudhu, shalat dua rakaat lalu berdoa dengan doa seperti dalam hadits, yang arti doa itu adalah: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu melalui Nabi-Mu Muhammad, Nabi pembawa rahmat. Ya Muhammad, sesungguhnya aku melalui kamu menyadap kepada Tuhanku dalam urusan hajatku ini, agar hajat itu dikabulkan kepadaku. Ya Alllah, tolonglah beliau dalam urusanku.’ Si laki laki itu melakukan apa yang diperintahkan Rasulullah Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam kemudian pulang dalam keadaan dapat melihat”
Renungkanlah, bagaimana Nabi Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam tidak berdoa sendiri untuk kesembuhan mata si tuna netra, tetapi beliau mengajarkan kepadanya cara berdoa dan menghadap kepada Allah melalui kedudukan diri beliau dan memohon kepada Allah dengan meminta bantuan dengan beliau. Dalam hal ini, ada dalil yang jelas tentang kesunnahan tawassul dan meminta bantuan dengan dzat Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam Ajaran tawassul dalam doa yang disebutkan pada hadits tersebut tidak khusus untuk si laki-laki tuna netra itu saja, tetapi umum untuk umatnya seluruhnya, baik semasa beliau masih hidup atau sesudah wafat Para sahabat, tabi’in dan orang orang sesudah mereka dahulu sampai sekarang senantiasa menggunakan doa ajaran Rasulullah Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam tersebut agar dikabulkan hajatnya oleh Allah Swt.
Imam at-Thabrani dan al-Baihaqi meriwayatkan: Sesungguhnya rawi hadits tersebut, yaitu Utsman bin Hunaif mengajarkan doa tersebut kepada orang lain yang pernah mempunyai hajat kepada Khalifah Utsman bin Affan sesudah Rasulullah Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam wafat. Pemahaman rawi dalam memahami hadits itu dapat dijadikan hujjah segaimana diuraikan dalam ilmu ushul.
Sumber : Tanya Jawab Akidah Ahlussunnah wal Jamaah Karya Al-Habib Zein bin Ibrahim bin Smith Al-Alawi Al-Husaini