Istikamah yang pertama adalah al-adlu atau keseimbangan. Maksudnya adalah keseimbangan potensi amarah dan potensi syahwat dalam diri manusia dengan perantara akal pikiran, dan berdasarkan ukuran syariat.
Seimbang dalam marah. Maksudnya terpeliharanya kecemburuan (kepedulian untuk menjaga) terhadap hal-hal yang dimuliakan oleh Allah SWT. Sehingga, hal itu menjadi landasan tumbuhnya jihad di jalan Allah SWT. Jihad dan pencegahan kemunkaran tersebut dilakukan sesuai dengan ukuran Sunah yang suci, bukan karena membela gengsi diri sendiri, dalam arti menolak ajakan kepentingan pribadinya. Di sanalah melekat sifat-sifat yang baik, dan manusia dapat terlepas dari sifa-sifat yang buruk.
Seimbang dalam syahwat. Maksudnya diarahkan kepada sesuatu yang diperbolehkan, lalu syahwat tersebut tumbuh untuk obyek yang diperintahkan, dianjurkan, dan hal-hal yang luhur serta mulia. Penyaluran syahwat kepada sasaran yang diperbolehkan masih perlu dibatasi dengan niat yang baik Hal itu dilakukan untuk mencegahnya dari hal-hal makruh, apalagi hal-hal yang diharamkan.
Hal itu bisa tercapai dengan pendidikan yang baik oleh para guru yang mumpuni.
Orang yang memiliki keseimbangan batin ini, punya potensi untuk tidak berbuat semena-mena kepada orang lain, sama sekali. Dia teguh dalam keseimbangan tersebut, atau berkembang lebih tinggi lagi pada tingkat ihsan.
Di sana juga terdapat arah tujuan, kemauan dan kesungguhan manusia dalam bergerak maju, yang mana hal itu diperintahkan kepadanya. Juga terdapat sarana yang besar untuk mewujudkan kemauan ini, yaitu adanya seorang pendidik yang sangat diperlukan. Al-Habib Ali al-Habsyi mengibaratkan orang yang tidak memiliki rahasia pendidikan ini sebagai sebuah kebangkrutan,
من لا صاحب فى زمانه سيخ عارف مكين…..مرت حياته وهو معدود فى المفلسين
Orang yang tidak berkumpul dengan seorang syeh yang makrifat maka hidupnya berlalu. sementara dia termasuk orang-orang yang bangkrut
Melalui landasan ini, dalam umat islam terdapat mata rantai pendidikan, dan muncul berbagai macam metode atau jalan Metode yang baik dan substantif merupakan sarana paling efektif untuk mewujudkan kecenderungan yang benar. Maka, terwujudlah penerapan yang sesuai dengan manhaj Allah Hanya saja, hal ini dibangun di atas nilai-nilai penghormatan dan kecintaan. Dengan adanya hal tersebut di dalam hati. maka muncullah kesungguhan dalam melangkah, dan kesiapan untuk menerima limpahan anugerah. Sehingga, ada seorang Arifin berkata:
الدين تعظيم الدين
Inti agama adalah menghormati agama itu sendiri
Sumber: Ceramah Habib Umar bin Hafidz dalam Kongres Ulama ke-7 di Lirboyo