Ini merupakan urusan yang diperintahkan oleh Allah SWT, baik kepada orang yang disenangi atau orang yang tidak disenangi. Bedanya, orang yang disukai Allah SWT melakukan pembangunan ini dengan niat yang baik, dan mengikuti ketentuan yang diridai Allah SWT.
Berdasarkan prinsip ilahi ini, kita dapat memandang alam ini dari dua sudut.
Pertama, kita melihat alam ini sebagai ciptaan Tuhan yang kita cintai. Apa yang dilakukan oleh Tuhan yang kita cintai pasti terasa menyenangkan di hati kita. Kita melihatnya sebagai hadiah dari Allah SWT kepada kita.
وسخر لكم ما فى السماوات وم فى الارض جميعا منه إن فى ذالك لايات لقوم يتفكرون
Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah SWT) bagi kaum yang berpikir. (QS al-Jatsiyah [45]:13)
Dengan demikian, kita memperlakukan ciptaan Allah SWT dengan tanpa rasa benci, kecuali untuk hal-hal yang telah disyariatkan oleh Allah SWT untuk dibenci, seperti kekafiran, kejahatan dan kemaksiatan.
Mengenai hal tersebut terdapat sebuah gambaran, bahwa makhluk yang paling disukai oleh Sang Khaliq adalah yang paling banyak memberikan manfaat kepada sesama makhluk, termasuk terhadap binatang dan manusia seluruhnya, sampai kepada orang yang tidak beriman sekalipun. Juga, orang yang tidak memberikan mudarat kepada yang lain atau kepada sumber kebaikan, yakni agama.
Orang yang memiliki gambaran aqidah semacam ini tidak mungkin melakukan keburukan atau hal-hal yang merugikan orang lain.
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam pernah dimintai tolong oleh orang-orang musyrik di Makkah pada masa permusuhan beliau dengan mereka, agar beliau menyuruh sahabatnya, Tsumamah bin Atsal, agar tidak memutus kebutuhan hidup mereka dari Yamamah. Maka, beliaupun menulis surat kepada Tsumamah agar tidak memutuskan kebutuhan mereka di Makkah.
Dalam sejarah beliau banyak ditemukan hal-hal semacam ini. Dalam diri beliau, tidak ada pikiran untuk melakukan embargo ekonomi seperti yang kini biasa dilakukan oleh kalangan yang mengaku sebagai pembela hak asasi, padahal mereka sama sekali tidak mengenal hak manusia, dan hak Tuhan mereka.
Dari iman dan tingkat keyakinan ini, kita dapat mengambil nilai-nilai tawakal kepada Allah SWT. Dengan ini, rasa takut terhadap makhluk pergi dari hati kita dengan sebab masuknya ketakutan kepada Sang Khaliq. Kita tidak akan dibikin cemas oleh sandaran manusia kepada sebab-akibat, jika kita sudah melaksanakan kewajiban dalam bentuk perantara (sebab) yang berada di hadapan kita, sedangkan sandaran kita tetap kepada Sang Pembuat Sebab.
Ketika ada orang datang untuk menjaga Sayidina Ali bin Abi Thalib pada masa khilafahnya, beliau berkata, “Akan engkau jaga dari siapa aku ini? Kau jaga dari penduduk bumi atau penduduk langit?”
Dia menjawab, “Penduduk langit, tidak mampu kami tandingi. Maksudnya, kami akan menjaga Anda dari penduduk bumi yang bermaksud jahat.”
Beliau menjawab, “Pergilah, penduduk bumi tidak akan bisa berbuat apa-apa kecuali jika penjagaan langit sudah tiada.”
Sumber: Ceramah Habib Umar bin Hafidz dalam Kongres Ulama ke-7 di Lirboyo