Di bulan ar-Rabi’ (rabiul awwal) madrasah libur dan kami keluar dari kota menuju ke tempat para auliya di daerah itu seperti Abu Ya’za, dan asy-Syaikh Abdussalam bin Masyisy. Begitu pula para guru yang tinggal di dekat pantai, mereka dikenal dengan nama Abu Salham dan yang lain bernama Abduljalil. Terdapat cerita tentang mereka berdua namun kutuliskan dalam buku yang lain. Sedangkan buku ini hanya berisi sebab-sebab aku keluar meninggalkan tanah air para pendahulu, yaitu karena ingin mendalami agama dan belajar al-Quran kepada para ahlinya hingga aku dua kali mengkhatamkan al-Quran secara hafalan. Lalu ikatan di lisanku menjadi lepas disebabkan apa yang dijelaskan kepadaku oleh asy-Syaikh Yusuf ad-Dadasiy yang telah kuceritakan.
Aku juga sering kali mendatangi asy-Syaikh Abdullah al-Hajjam yang tinggal di sekitar gunung yang bernama Zarhun, yaitu sebuah desa yang di dalamnya terdapat makam tiga pendahuluku. pertama, yang terbesar (Idris al-Akbar), yang kedua (Idris bin ldris),dan yang terkecil (Muhammad bin idris). Aku sering pergi ke tempat itu dan menziarahi para wali yang tinggal di gunung itu. Di antaranya adalah Abdullah al-Hajjam. Aku mengalami munazalah bersama beliau setelah aku masuk ke thariqah ini. Jika beliau bertemu denganku pasti berkata;
“Maka apakah orang yang Kami janjikan kepadanya suatu janji yang baik, lalu ia memperolehnya” Qs. Al-Qashah [28]: 61)
Padahal beliau tidak dapat membaca ataupun menulis. Beliau hanyalah seorang ahli bekam. Guru beliau adalah asy-Syaikh Ma’ruf. Aku telah menziarahi kuburnya yang terdapat di gunung ini, yaitu di kota Zarhun. Orang-orang yang pada masanya menceritakan kepadaku bahwa dulu ketika di akhir umur gurunya ini, asy-Syaikh Abdullah al-Hajam membekam gurunya. Ketika ia hendak membuang darah ke tanah, maka tanah itu terbuka dan menelan darah gurunya. Maka tersingkaplah baginya kedudukan gurunya itu, maka ia meminum sisa darah syaikhnya itu dengan niat yang baik. Sang guru bertanya kepadanya, “Kau telah mengambil darah itu wahai Abdullah?”Setelah wafat guru itu, orang-orang mempertanyakan kepadanya siapakah pengganti gurunya, la menjawab, “Rahasia Ilahi yang terdapat pada guruku kini ada bersamaku dan akan tampak kepada kalian.” Maka tampaklah rahasia ilahi yang ada pada gurunya di diri al-Hajjam dan muncullah pada dirinya karamah. Beliau selalu berpuasa dalam setahun kecuali di hari-hari lebaran. Beliau juga tak memiliki harta kecuali yang datang dari Allah dan digunakan di jalan Allah. Allah menjadikan hidupnya bermanfaat bagi umat.
Di gunung ini juga terdapat makam Musa bin Ali, juga asy-Syaikh Ahmad al-Qurthubiy. Begitu pula di pesisir pantai, terdapat para wali yang masih hidup atau pun yang telah wafat (semoga Allah memberikan manfaat melalui mereka. Amin). Kami mengunjungi mereka, memohon doa kepada mereka yang masih hidup dan memohon kepada Allah di hadapan makam mereka yang telah wafat.
Aku menceritakan kepada al-Hajjam ucapan asy-Syaikh Yusuf ad-Dadasiy. lalu ia berkata, “Kembalilah kepadanya, dan ia akan menunjukkan kepadamu siapa pembimbingmu sedangkan aku, aku tak akan berkomentar atas ceritamu kecuali menyarankanmu untuk mengikuti petunjuk yang selalu berjalan bersama sebuah sirr (rahasia ilahi)” Maka dengan bantuan beberapa orang di daerah itu, aku berhasil menemui asy-Syaikh Yusuf di tempat beliau menyendiri di kota Maknas. Saat itu bulan Rajab. Aku masuk ke tempatnya yang gelap. Jika kau masuk ke sana, maka kau tak dapat melihat tanganmu sendiri karena gelapnya. Tempat itu juga sempit, sehingga kau tak mungkin memasukinya kecuali dalam keadaan merangkak sampai kau mencapai tempat yang luas. Tapi tempat yang luas itu pun hanya cukup untuk menyandarkan punggungmu. Maka aku menyampaikan kepada asy-Syaikh Yusuf apa yang diperintahkan al-Hajjam kepadaku. Namun ia tak mau memberitahukan apa yang diketahuinya. Setiap aku mengingatkan kabar gembira yang disampaikannya kepadaku saat dulu lisanku terkunci dan hafalanku lenyap dari dadaku, ia menolak dan tetap tidak mau memberitahukan kepadaku siapa yang dapat membimbingku.
Lalu datanglah seseorang ke dalam gua itu. Asy-Syaikh Yusuf bertanya kepadaku, “Tahukah engkau siapa dia?” Aku menjawab, “Aku tidak tahu.” Asy-Syaikh Yusuf berkata, “la adalah Khidhir, datang mengunjungiku, dalam kondisiku seperti ini.” Namun orang itu berkata, “Aku bukanlah Khidhir.” Lalu masuklah orang kedua ke gua itu. Asy-Syaikh Yusuf bertanya kepadaku, “Tahukah engkau siapa dia?” Aku menjawab, “Aku tidak tahu.” Asy-Syaikh Yusuf berkata, “la adalah Ilyas.” Kemudian masuklah orang ketiga. Asy-Syaikh Yusuf bertanya kepadaku.
“Tahukah engkau siapa dia?” Aku menjawab, “Aku tidak tahu.” Asy-Syaikh Yusuf berkata, “la adalah ruh asy-Syaikh Muhammad bin Sulaiman al-Jazuliy”, ia datang mengunjungiku.Tetapi orang itu berkata,”Aku bukanlah beliau.” Lalu beliau (asy-Syaikh Yusuf) tak bergerak dan tak berbicara kepadaku walau satu kata pun. la diam seperti mayat. Dan setiap kali aku berbicara kepadanya, ajtu melihatnya seakan-akan di alam yang lain, jika aku mencakar pahanya dengan kukuku, maka ia tidak merasakannya. Lalu orang-orang yang masuk ke gua itu keluar terlebih dahulu. Mereka mengenal tempat ini dengan baik. Sedangkan aku, yang tertinggal dalam gua itu, merangkak ke luar melalui sisi yang yang lain karena sempitnya tempat itu. Ketika aku telah sampai di luar, aku bertanya kepada orang-orang yang ada di luar gua, “Apakah ada beberapa orang yang keluar dari gua ini melewati kalian?” Mereka menjawab, “Sejak kau masuk ke tempat syaikh itu, kami tak melihat ada orang yang masuk atau pun keluar.” Maka aku mempercayai apa yang dikatakan asy-Syaikh Yusuf kepadaku di gua tadi.
Setelah kejadian itu, aku memimpikan orang yang akan membimbingku. Aku melihatnya kadang-kadang bersama sekelompok orang, namun kadang-kadang sendiri. Dan setiap kai aku memimpikan orang ini, bertambah semangat dan kesungguhanku dalam melakukan apa yang harus aku lakukan. Tak ada yang menjelaskan kepadaku dimanakah beliau yang selalu mendatangiku di alam khayalan (mimpi), dan beliau juga tak memberikan penjelasan apa pun kepadaku agar aku bisa mengenalinya.
Lalu asy-Syaikh Abdullah al-Hajjam memerintahkanku agar pergi menziarahi asy-Syaikh Abdussalam bin Masyisy. Asy-Syaikh Abdussalam bin Masyisy adalah ulama yang pertama kali memegang tongkat
kepemimpinan thariqah Syadziliy.Asy-Syaikh Abdullah al-Hajjam memerintahkanku agar tinggal di makam asy-Syaikh Abdussalam sampai jelas bagiku siapakah pembimbingku dan di mana ia berada. Maka aku pergi menziarahinya dan aku tinggal selama empat belas hari di makamnya. Makam tersebut terletak di dalam gua yang pernah di tempati oleh asy-Syaikh Abu al-Hasan asy-Syadzili dan asy-Syaikh Abdurrahman ash-Shaghir al-Madainy’ (semoga Allah meridhai mereka). Asy-Syaikh Abdurrahman ash-Shaghir adalah guru dari asy-Syaikh Abdussalam yang membimbingnya dengan cara mencurahkan perhatian kepadanya dari kota al-Madain. Beliau mengalirkan perhatian kepada asy-Syaikh Abdussalam bin Masyisy tanpa di ketahui olehnya, hingga wafatlah asy-Syaikh al-Madainy. Setelah itu, asy-Syaikh Abdussalam mendengar suara ghaib yang berasal dari langit dan memberitahukan kepadanya bahwa perhatian yang selalu datang kepadanya selama ini berasal dari al-Madainy.
Begitulah, aku berdiam di makam asy-Syaikh Abdussalam di gunung al-Ghulam selama empat belas hari, hingga datanglah kepadaku isyarat dan tanda-tanda. Di malam hari datang kepadaku beberapa orang. Aku tak menegur atau bertanya dari mana asal mereka, karena kemungkinan mereka berasal dari tempat yang jauh, dan di samping itu disebutkan ‘termasuk kesempurnaan Islam seseorang adalah meninggalkan perbuatan yang tak bermanfaat’
Sumber: Perjumpaan Yusuf bin ‘Abid dengan syaikh Abu Bakar bin Salim