Aku tinggalkan kota ini menuju sebuah kota yang bernama Fuwa.17 Fuwa adalah kota yang sangat elok pemandangannya. Banyak kisah yang mengabarkan keistimewaannya. Di dalamnya terdapat kebun-kebun yang sangat luas. Ia memiliki posisi yang sangat menentukan bagi kehidupan masyarakat. Di sana terdapat makam Syaikah Abu An-Najah, seorang syaikh sekaligus wali dan cendekiawan kota itu, serta zainjah18Syaikh Abu Abdullah Al-Mursyidi.
Aku tiba di zem4yah Syaikh Abu Abdullah Al-Mursyidi sebelum shalat ashar. Aku mengucapkan salam kepadanya. Saat masuk zaulyab aku mendapati di sana sudah hadir Pangeran Salafuddin Yalmalak dari Khashikiyah. Huruf depan pada namanya adalah “ya”‘ dan huruf terakhir “kaaf”. Huruf “laam” yang pertama bertanda “sukun” dan “laam” kedua bertanda “fathah” sebagaimana huruf “mum”. Orang awam salah dalam menyebut namanya dengan memanggilnya “al-malik”. Pangeran ini meninggalkan pasukannya di luar zainjah.
Saat aku masuk lingkungan zawl:yah, Syaikh Abdu Abdullah memelukku, menghidangkan makan untukku, dan kami pun makan bersama. Ia memiliki jubah wol warna hitam. Saat waktu ashar tiba, ia mempersilahkanku untuk menjadi imam. Dalam kesempatan shalat yang lain, ia selalu mendaulatku untuk menjadi imam. Saat aku ingin tidur, ia berkata kepadaku, “Naiklah ke lantai atas zannjah, tidurlah di sana. Di sana adalah tempat yang hangat. Aku berkata kepadanya, “Bismillah.” Ia berkata kepadaku, “Setiap din kita memiliki kedudukan yang sudah diketahui.” Aku pun naik ke lantai atas zaulyah dan kujumpai di sana terdapat sebuah tikar dan tikar kulit (nath),19 sebuah wadah yang digunakan untuk berwudhu, teko, dan cangkir. Aku pun kemudian tidur di sana.
Aku jalani malam dengan tidur di lantai atas alvt:yah. Seakan aku berada di atas sayap burung besar yang membawaku terbang di lorong qiblat. Ia terbang ke arah kanan, lalu ke Timur, lalu terbang ke arah Selatan, lalu terbang tinggi ke arah Timur. Ia turun di bumi gelap yang hijau. Aku ditinggalkan di sana. Aku takjub dengan mimpi seperti ini, dan berkata kepada din sendiri, “Jika saja Syaikh Abu Abdullah mengetahui mimpiku….”
Saat bangun untuk shalat shubuh, Syaikh mendaulatku lagi untuk menjadi imam. Kemudian Pangeran Salafuddin menemui Syaikh, berpamitan, dan kemudian pergi. Para penziarah yang lain juga berpamitan. Mereka meninggalkan awz:yah setelah dibekali dengan makanan ringan.
Ketika aku selesai melaksanakan shalat dhuha. Syaikh memanggilku dan menyingkap tabir mimpiku. Aku ceritakan mimpiku semalam. Ia berkata, “Anda akan beribadah haji dan mengunjungi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Anda akan mengelilingi negeri Yaman, Irak, Turki. Di sana, Anda akan tinggal untuk beberapa lama. Di sana, Anda akan bertemu dengan Delsyad dari India. Ia akan membantu Anda keluar dari masalah yang mendera Anda selama di sana.” Kemudian Syaikh membekaliku dengan beberapa makanan ringan, sejumlah uang dirham. Lalu, aku berpamitan kepadanya dan is pun beranjak pergi.
Setelah berpisah dengan Syaikh Abu Abdullah, aku selalu mengalami hal-hal yang menyenangkan. Terbuktilah kini keberkahan yang ada dalam diri Syaikh. Selama dalam perjalanan, aku tidak menemukan lagi seorang wall sepertinya, kecuali wall yang bernama Sayyidi Muhammadan Al-Mulah di negeri India.
Aku berjalan menuju kota Nahrariyah, kota seni nan indah, dibangun dengan arsitektur modern, dan pasar-pasarnya enak clilihat. Gubernurnya sangat terhormat yang bernama As-Sa’di. Putranya bekerja mengabdi kepada raja India yang akan aku ceritakan. Qadhi di kota Nahrariyah bernama Shadruddin Sulaiman Al-Maliki, salah satu imam besar madzhab
Malikiyah, utusan Raja Al-Malik An-Nashir di negeri Irak, mengemban amanah sebagai qadhi di wilayah negara bagian Barat. Ia memiliki wajah yang rupawan. Khatib di Nahrariyah bernama Syarafuddin As-Sakhawi. Dia adalah seorang laki-laki saleh.
————
17 Dalam kitab Mu jam Al-Buldan, Yaqut menyebutnya Fuwah, sebuah kota kecil di pesisir sungai Nil yang masuk teritori Mesir, dengan Rasheed. Jaraknya dengan laut kurang lebih lima sampai enamfarsakb. Di sana terdapat Aswan dan ditumbuhi oleh banyak sekali pohon korma.
18 Zawah dalam bahasa arab bisa berarti pojok, namun yang dimaksud di sini adalah semacam markaz ilmu pengetahuan dimana tempat seorang syaikh menyampaikan pelajaran kepada para muridnya, biasanya istilah ini banyak dikenal dalam istilah sufi. (Edt.)
19 Tikar dari kulit, sering digunakan untuk mengeksekusi terpidana mad. Bentuk jamaknya adalah anthaa’atau nathuu’.
Sumber : RIHLAH IBNU BATHUTHAH Penulis: Muhammad bin Abdullah bin Bathuthah