Pada hari yang ketiga ‘A’isyah r.a. menunggu berita dari Asma, tetapi hingga matahari terbenam orang yang ditunggu beritanya itu belum juga pulang. Hati ‘A’isyah yang cemas gelisah makin gundah gulana. Ia menunggu di luar rumah dengan harapan akan dapat melihat Asma sedang berjalan di kejauhan. Setelah beberapa lama menunggu ia melihat Asma berjalan tergopoh-gopoh. Sambil memeluk saudaranya yang tampak letih itu ‘A’isyah melihat kain ikat pinggang Asma koyak dan tinggal separuh, tidak selebar aslinya. Kedua-duanya beristirahat sejenak, kemudian dengan wajah riang Asma bercerita, “Abdullah bin Uraiqith Al-Bakriy, orang yang dititipi tiga ekor unta oleh Abu Bakar r.a. sebelum berangkat, telah tiba di gua membawa tiga ekor unta bekal kendaraan itu. Abdullah sendiri yang akan menjadi pemandu selama dalam perjalanan ke Madinah. Ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam dan Abu Bakar r.a. keluar dari gua dan siap hendak meneruskan perjalanan, Asma belum siap menempatkan bekal makanan dan minuman di atas punggung unta. Dalam keadaan tergesa-gesa ia merobek kain ikat pinggangnya untuk dijadikan tali menggantung bekal perjalanan itu di punggung unta. Karena itulah ia pulang dengan kain ikat pinggang yang tinggal separuh.”
Mendengar cerita itu ‘A’isyah r.a. sedih bercampur gembira. Sedih karena membayangkan betapa besar bahaya yang akan dihadapi oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam dan ayahnya di tengah jalan. Gembira karena mereka berdua sudah meninggalkan gua meneruskan perjalanan ke Madinah. Namun ‘A’isyah r.a. yakin bahwa di bawah naungan Ilahi suami dan ayahnya akan selamat tiba di tempat tujuan.
Keesokan harinya ketika ‘A’isyah r.a. sedang duduk membayangkan perjalanan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam bersama ayahnya, tiba-tiba ia mendengar pintu rumah diketuk demikian keras hingga ia terperanjat. Ia terdiam dan tetap duduk, hanya Asma yang segera membukakan pintu. Ternyata yang datang adalah sejumlah kaum musyrikin Quraisy—di antaranya Abu Jahl bin Hisyam bin Al-Mughirah Al-Makhzumiy. Dengan suara membentak mereka bertanya, “Mana ayahmu?” Asma menyahut, “Demi Allah, saya tidak tahu ayah pergi ke mana!” Asma tidak berdusta, karena baik ia maupun ‘A’isyah r.a. tidak pernah diberi tahu ke mana ayahnya bersama Rasulullah pergi. Mereka hanya tahu sewaktu ayahnya masih berada di dalam gua. Selanjutnya ke mana ayahnya pergi tidak seorang pun yang tahu. Jawaban Asma itu jelas mengecewakan Abu Jahl dan gerombolannya. Tanpa diduga tiba-tiba tangan Abu Jahl melayang menampar pipi Asma demikian keras hingga antingnya jatuh.[1] Dengan hati masygul dan jengkel gerombolan musyrikin itu pergi meninggalkan rumah Abu Bakar r.a.
[1]Sirah (Ibnu Hisyam): 11/132; ‘. oleh Ibnu ‘Abdul-Birr di da berdasarkan riwayat
Sumber : Baitun Nubuwwah Karya H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini