Yang menarik perhatian kita ialah persoalan yang berkaitan dengan Hafshah dan ayahnya, ‘Umar bin Al-Khaththab r.a. Tanpa menyadari akibat yang akan timbul Hafshah membocorkan rahasia yang diwanti-wanti oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam supaya benar-benar disimpan rapat, dan ternyata pembocoran itu menyalakan api yang panasnya cukup menyengat. Sementara berita riwayat mengatakan, bahwa akibat kecerobohan Hafshah itu Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam mencerainya. Berita riwayat demikian itu diketengahkan oleh Ibnu Hajar dari berbagai sumber yang semuanya mengatakan, beliau mencerainya dengan talak satu, kemudian rujuk. Mengenai soal rujuk yang dilakukan beliau itu banyak sumber riwayat berbeda pendapat. Ada yang mengatakan, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam merujuk Hafshah semata-mata karena beliau sayang dan menghargai ‘Umar r.a. yang merana ketika mendengar berita mengenai kejadian itu dan berucap, “Allah tidak menimpakan musibah kepada saya dan anak saya lebih berat daripada yang sekarang ini.”
Peristiwa penceraian Hafshah dan perujukannya kembali terjadi sebelum ‘A’isyah dan para istri Nabi lainnya memperlihatkan sikap dan perilaku yang menusuk perasaan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam hingga beliau menjauhi mereka. Setelah beliau bertindak setegas itu wajarlah kalau Hafshah lebih banyak menyesal daripada istri Nabi yang lain, dan lebih merasa bersalah daripada yang lain. Tidak selayaknya kalau seorang wanita yang bertakwa dan tekun beribadah seperti putri ‘Umar bin Al-Khaththab r.a. itu mencederai janji dengan membocorkan rahasia yang seharusnya ditutup rapat-rapat. Hafshah menginsyafi bahwa perbuatan mengingkari janji seperti itu tidak semestinya dilakukan terhadap Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam yang telah menunjukkan penghargaan kepada dirinya dengan menyatakan diri beliau akan menjauhi Mariyah.
Sekaitan dengan persoalan tersebut di atas penulis kitab Al-Ishabah mengetengahkan riwayat, ketika ‘Umar r.a. datang menemui putrinya untuk menanyakan kebenaran tindakan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam yang telah menjatuhkan talak, Hafshah menangis. Kepadanya ‘Umar berkata, “Barangkali Rasulullah telah menceraimu, bukan? Jika beliau merujukmu setelah menjatuhkan talak satu, itu semata-mata karena beliau mengasihani diriku. Kalau sampai engkau ditalak (dicerai) sekali lagi, saya tidak akan mengajakmu berbicara selama-lamanya!”
Sebagaimana termaktub di dalam Shahih Buklidri dan Shahih Muslim, ketika ‘Umar r.a. menceritakan pengalamannya itu kepada Ibnu Abbas ia mengatakan, “Pada suatu hari ia datang ke masjid, di luar dugaan ia melihat banyak orang sedang duduk-duduk seraya membincangkan tindakan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam yang menceraikan istri-istrinya. Sebelum itu tidak pernah ada seorang pun yang berani berbicara mengenai para istri beliau, yakni sejak beliau menjauhkan diri dari mereka. Akan tetapi ‘Umar tak dapat menahan sabar, karena putrinya terlibat dalam perbuatan yang menusuk perasaan beliau. Ia cepat-cepat datang menemui Rasulullah di tempat beliau sedang menyendiri, dibantu oleh pelayannya yang bernama Rabbah.” Melihat keadaan Rasulullah demikian rupa ‘Umar menangis sehingga beliau bertanya, “Hai Ibnul-Khath-thab, mengapa engkau menangis?”
‘Umar masih terus menangis, tidak dapat menjawab. Ia hanya menunjuk kepada tikar alas beliau berbaring di tanah hingga membekas di badan beliau. Selain itu ia juga menunjuk ke arah wadah makanan yang tidak berisi lain kecuali segenggam gandum. Setelah menahan isak-tangisnya ‘Umar r.a. berkata, “Ya Rasulullah, apa sesungguhnya yang diperbuat oleh para istri Anda hingga Anda kesusahan? Seumpama Anda mencerai mereka, Allah tetap menyertai Anda, demikian pula Jibril, Mika’il, saya Abu Bakar dan semua kaum Muslimin …!” Mendengar kata-kata ‘Umar itu Rasulullah tersenyum. ‘Umar merasa lega dan tenang melihat beliau tersenyum seraya menjelaskan, bahwa beliau tidak mencerai para istrinya, tetapi hanya menjauhi mereka selama satu bulan!
‘Umar mohon diri meninggalkan beliau dan langsung menuju masjid. Kepada orang-orang yang berada di dalamnya ia memberi tahu, bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam tidak mencerai istri-istrinya. Beberapa hari kemudian beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam menyampaikan firman Allah SWT kepada kaum Muslimin.[1]
[1]Lihat QS At-Tahrim ayat 3-5.
Sumber : Baitun Nubuwwah Karya H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini