Menghadapi dua orang istri tersebut Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam berusaha sedapat mungkin menenteramkan hati dan perasaan mereka. Beliau memahami sepenuhnya bahwa mereka itu adalah wanita. Wajarlah kalau masing-masing mendambakan tumpahan kasih sayang penuh dari suaminya. Atas dasar pengertian itu selalu berupaya agar masing-masing dari mereka tidak terlalu berkeinginan mendapat perlakuan istimewa. Namun beliau menyadari bahwa hal itu merupakan masalah yang amat sulit bagi mereka.
Pada suatu saat ketika Hafshah melihat Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam bersama Mariyah Al-Qibthiyyah berada di rumahnya yang kosong ditinggal pergi, ia (Hafshah) merasa darahnya mendidih dan hatinya serasa ditusuk-tusuk sembilu. Beruntunglah ia dapat menahan diri karena teringat akan perkataan ayahnya beberapa waktu lalu, “Demi Allah, engkau tentu tahu bahwa Rasulullah tidak mencintaimu. Kalau bukan karena aku engkau tentu sudah dicerai!” Sukar dilukiskan bagaimana perasaan Hafshah pada saat itu. Ia tidak segera masuk ke dalam rumah, menunggu Mariyah pergi meninggalkan tempat. Setelah melihat Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam seorang diri di dalam rumahnya, dengan langkah tergopoh-gopoh masuk dan sambil meronta ia berkata, “Saya melihat sendiri siapa yang bersama Anda tadi! Demi Allah, Anda memang benar-benar menghina saya! Anda tidak akan berbuat seperti itu kalau Anda tidak memandang saya ini hina dan remeh!” Hafshah menangis …. Ucapan Hafshah itu benar-benar menyentuh perasaan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam Beliau sama sekali tidak merasa menghina atau meremehkan Hafshah, beliau menikahinya sebagai penghargaan dan penghormatan kepada ayahnya….
Dengan lemah lembut beliau mendekati Hafshah, berusaha menghibur dan menenteramkan hatinya. Untuk menggembirakan Hafshah beliau mengatakan tidak akan mendekati Mariyah lagi. Akan tetapi Hafshah harus berjanji tidak akan membocorkan semua kejadian itu kepada siapa pun. Apa yang sudah terjadi hendaknya dianggap saja tidak pernah terjadi. Hafshah dengan gembira menyambut pernyataan suaminya dan berjanji tidak akan membicarakan peristiwa itu kepada siapa pun. Hubungannya dengan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam mesra kembali, dan ketika tiba giliran beliau di rumahnya, ia pun menerima kedatangannya dengan wajah berseri-seri. Akan tetapi keesokan harinya, ketika ‘A’isyah datang mendekatinya, Hafshah tidak lagi dapat menyimpan rahasia sebagaimana yang telah dijanjikan kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam. Peristiwa yang terjadi di rumahnya olehnya diberitahukan kepada ‘A’isyah. Karuan saja ‘A’isyah menggunakannya sebagai kesempatan baik untuk “menyerang” Mariyah yang berasal dari Mesir itu! Hafshah sendiri dengan membocorkan peristiwa Mariyah kepada ‘A’isyah tidak menduga akibat apa dapat ditimbulkan.
Riwayat mengenai pernyataan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam kepada Hafshah yang berjanji bahwa beliau tidak akan mendekati lagi Mariyah, atau mengharamkan diri beliau sendiri menggauli Mariyah Al-Qibthiyyah, dan perbuatan Hafshah yang membocorkan rahasia itu kepada ‘A’isyah serta “unjuk rasa” yang diperlihatkan dua orang itu (‘A’isyah dan Hafshah) kepada beliau; banyak diketengahkan dalam kitab-kitab fiqh dan di dalam tafsir mengenai turunnya Surah At-Tahrim. Banyak pula tercantum di dalam kitab-kitab Tafsir Alquran. Namun, menurut Shahih Bukhari dan Shahih Muslim ayat-ayat Alquran mengenai itu (ayat-ayat Tahrim) turun kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam berkaitan dengan pernyataan beliau yang tidak akan mau lagi minum madu (mengharamkan diri beliau sendiri minum madu) kepada ‘A’isyah r.a. ketika ia dan beberapa istri beliau yang lain pada bertanya, “Apakah Anda baru makan buah maghafir?1 Yang dimaksud ayat-ayat Tahrim adalah:
واذ اسر النبي الى بعض ازواجه حديثا فلما نبأت به وأظهر الله عليه عرف بعضه وأعرض عن بعض فلما نبأها به قالت من انبأك هذا قال نبأني العليم الخبير إن تتوبا الى الله فقد صغت قلوبكما وان تظاهر عليه فإن الله هو مولىه وجبريل وصالح المؤمنين والملئكة بعد ذلك ظهير
عسى ربه إن طلقكن ان يبدله أزواجا خير منكن مسلمت مؤمنت قنتت تءبت عبدت سئحت ثيبت وابكارا
Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang istrinya (Hafshah) suatu peristiwa, kemudian ia (Hafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada ‘A’isyah); lalu Allah memberitahukan hal itu (yakni semua pembicaraan antara Hafshah dan A’isyah) kepadanya (kepada Nabi), (dan selanjutnya) Nabi memberitahukan sebagian (dari yang diberitakan Allah kepadanya) serta menyembunyikan sebagian yang lain (dari Hafshah); maka tatkala Nabi memberi tahu (mereka berdua) semua yang mereka bicarakan, ia (Hafshah) bertanya, “Siapakah yang memberitahukan hal itu kepada Anda?” Nabi menjawab, “Aku diberi tahu Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Mengenal…”
Jika kalian berdua bertobat kepada Allah maka hati kalian sungguh-sungguh cenderung (menerima kebajikan). Namun jika kalian berdua saling bantu menyusahkan Nabi, maka (ketahuilah bahwa) Allah adalah Pelindungnya, demikian juga Jibril, orang-orang beriman yang saleh dan selain itu para malaikat pun adalah penolongnya ….
Jika Nabi mencerai kalian, boleh jadi Allah, Tuhannya, akan memberikan kepadanya istri-istri pengganti yang lebih baik daripada kalian; wanita-wanita patuh, beriman, taat, bertobat, beribadah, dan berpuasa; baik janda ataupun perawan!
(QSAt-Tahrim: 3-5)