CARA MENENTUKAN HUKUM MENURUT SYARIAT ISLAM
Dalam kita membahas satu persoalan dalam agama hendaklah kita mempergunakan akal yang sehat tanpa emosional. Kita ingat akan tujuan pokok dari agama adalah mashlahat bagi kehidupan manusia dan jauh dari syirik kepada Allah SWT.
Kalau terjadi perselisihan antara kita marilah dengan fikiran yang tenang dan sehat kita kembali kepada Al- Qur’an dan sunnah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam di dalam Al-Qur’an surah An-Nisa: 59
فإن تنزعتم فى شئ فردوه إلى الله والرسول غن كنتم تؤمنون بالله واليوم الأخر ذلك خير وأحسن تأويلا (59)
Artinya:
“Maka jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (As-Sunnah) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya. ”
Kita tidak boleh menghalalkan sesuatu yang diharamkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya dan sebaliknya kita tidak boleh mengharamkan sesuatu yang tidak diharamkan oleh Allah dan Rasul-nya. Kalau terjadi sesuatu persoalan dalam agama bagaimana kita menentukan hukumnya?
Menurut Jumhul al-Fuqaha persoalan tersebut harus ditinjau sebagai berikut:
1. Persoalan tersebut ada atau tidak perintahnya dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah s.a..w. Kalau ada perintahnya maka menurut hukum fiqih maksimal hukumnya “Wajib” minimal hukumnya “Sunnah”. Bahkan ada yang hukumnya mubah.
Contoh:
a) Perintah yang menunjukan hukumnya wajib firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 43
وأقيموا الصلوة وءاتوا الزكوة
Artinya:
“Dan dirikanlah solat, tunaikanlah zakat. ”
b) Perintah yang menunjukan sunnah surah Al-Isra’ ayat 79:
ومن اليل فتهجد به ، فافلة لك
Artinya:
“Dan pada sebahagian malam tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadat tambahan bagimu. ”
Perintah disini menunjukkan bahawa tahajjud hukumnya sunnah
c) Perintah menunjukan mubah, firman Allah SWT surah Al-Maidah ayat 2:
وإذا حللتم فاصطادوا
Artinya:
“Dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji maka berburulah kalian. ”
Perintah dalam ayat ini menunjukan bahawa perintah berburu perintah mubah.
2. Persoalan tersebut ada atau tidak larangannya dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam Kalau ada larangannya menurut hukum fiqih maksimal “Haram” minimal “Makruh”.
Contoh:
a. Larangan menunjukkan haram, firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah An-Nisa’ ayat 29:
يأيها الذين ءامنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالبطل
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesama kamu dengan jalan yang batil. ”
Larangan dalam ayat ini menunjukkan haram.
b. Larangan yang menunjukkan makruh, sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam dalam kitab Sahih Muslim :
عن أنس عن النبي صلى الله عليه وسلم : أنه نهى أن يشرب الرجل قائما قال قتادة فالأكل فقال أشر وأخبث
Artinya:
“Dari sahabat Anas dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam bahawa Beliau melarang seseorang minum berdiri, Berkata Qotadah kalau makan. Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallammenjawab: itu lebih jelek lebih kotor.
Kalau ternyata persoalan tersebut perintah dan larangannya tidak ada dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam maka para Fuqohaa melihat kembali sesuai dengan tujuan syariat Islam (الشرع مقاصد)ialah mashlahat. Masalah yang perintahnya tidak ada dan larangannya juga tidak ada bukan bererti bid’ah dholalah.
a. Apakah persoalan tersebut mengandung mashlahat terhadap kehidupan ummat Islam? Kalau ternyata mengandung mashlahat dan kebaikan maka ulama menghukumkan sunnah (kalau dikerjakan mendapat pahala kalau ditinggal tidak berdosa)
Contoh:
Orang yang sibuk dengan pekerjaannya di dalam mencari rezeki dia libur misalnya pada hari jumaat atau pas hari minggu, kemudian dia ada kesempatan pada malam Sabtu atau malam Isnin, mereka mengadakan silaturrahmi dan membaca Yasin.
Bagaimana hukumnya orang kumpul dan baca Yasin malam Sabtu atau malam Isnin, yang tidak pernah adad Yasin pada malam Sabtu atau malam Isnin?
Kerana jelas mashlahatnya terhadap kehidupan Islam dengan silaturrahmi dan baca Yasin atau surat lain ini termasuk dalam sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam:
من سن فى الإسلام سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها بعده ، من غير أن ينقص من أجورهم شيء
Artinya :
Barang siapa yang membuat sunnah (cara tradisi) yang baik dalam Islam maka baginya pahala dan pahala orang yang mengamalkan sesudahnya yang tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun.
Maka Yasin malam Sabtu atau malam Isnin walaupun tidak ada pada zaman Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam termasuk perbuatan baik yang mendapat pahala (Bid’ah Hasanah).
b. Apakah persoalan tersebut mengundang mudarat terhadap aqidah dan kehidupan umat Islam?
Kalau ternyata persoalan tersebut mengundang mudarat membahayakan terhadap aqidah dan kehidupan ummat Islam, maka ulama menghukumkan haram.
Contoh :
Orang yang mengadakan keselamatan laut kemudian mereka menari (berjoget) di tepi laut kemudian melemparkan kepala kerbau ke tengah laut agar laut tidak marah dan memberi selamat. Jelas perbuatan ini membahayakan aqidah ummat Islam yang membawakan kemusyrikan. Inilah Bid’ah Sayyi’ah di dalam hadis Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam:
من سن فى الإسلام سنة سيئة كان عليه وزرها ووزرمن عمل بها من بعده من غير أن ينقص من أوزارهم شيء
Artinya :
Barang siapa yang membuat sunnah yang jelek dalam Islam (Bid’ah Sayyiah) maka atasnya dosa dan dosa orang yang mengerjakan sesudahnya dengan tidak mengurangi dosa mereka sedikit pun.
c. Kalau persoalan tersebut tidak mengandung mashlahat dan tidak pula mengandung mudarat maka ulama menghukumkan mubah (boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan).
Contoh :
Seperti adat orang Betawi dalam perkahwinan sebelum besan laki-laki masuk ke rumah besan perempuan maka saling berpantun kemudian diadakan silat yang pasti menang besan laki-laki. Kalau ini tidak mengandung manfaat dan tidak mengandung mudarat hukumnya mubah saja, walaupun pada zaman Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam tidak ada.
Dalam hadis tersebut diatas sunnahberarti cara, kebiasaan atau tradisi. Maka dalam hadis tersebut jelas ada sunnah hasanah (سنة حسنة)dan sunnah sayyiah (سنة سيئة)ada sunnah yang baik dan ada sunnah yang jelek. Dan menurut ilmu bahasa Arab sunnah dalam hadis tersebut ismun nakiroh (اسم نكرة) menunjukkan umum, ertinya sunnah apa saja, cara apa saja, tradisi apa saja asal baik untuk Islam dan ummat Islam mendapat pahala. Maka dalam hal ini sunnah hasanah sama dengan bid’ah hasanah, sunnah sayyiah sama dengan bid’ah sayyiah.
سنة حسنة = بدعة حسنة
سنة سيئة = بدعة سيئة
Demikianlah cara para ulama menentukan hukum dengan bijaksana sesuai dengan tujuan ditentukannya syariat Islam.