Aku turun meninggalkan tempat itu, dan mengunjungi seorang syaikh yang bernama asy-Syaikh Manshur bin Abdunna’im al-Hibthiy di al-Hibthu yang terletak di pesisir pantai. Aku bermalam di rumahnya. Ketika aku meminta doa kepadanya, ia berkata kepadaku, “Kembalilah ke makam asy-Syaikh Abdussalam hingga kau mendapat isyarat darinya.” Maka aku kembali lagi ke makam itu dan menetap di sana selama beberapa hari. Sampai suatu ketika aku melihat sesuatu- sepertinya di dalam khayalanku-datang dari arah makam dan berkata, “Segeralah kemari.” Aku mendekat dan diminumkan kepadaku secangkir susu dari atas kuda.
Setelah itu aku turun meninggalkan makam itu dalam keadaan hatiku tersambung dengan tempat itu dan ketentraman merasuk ke jiwaku hingga aku menangis. Itulah keterikatan antara aku dengan asy-Syaikh Abdussalam hingga saat ini. Saat aku sampai di desa asy-Syaikh Muhammad bin Ali bin ar-Raisuniy, aku bermalam di rumahnya, la berkata, kepadaku, “Majulah menjadi imam shalat maghrib.” Aku menolaknya, namun ia berkata kepadaku, “Jadilah imam shalat, demi Abu al-Wakil, agar kami bisa mengambil berkah dari salah satu keturunannya. Dan janganlah kau merasa lebih utama dari kami” Aku menjawab, “Benar, itulah yang aku takutkan.” Beliau sangat rendah hati dan menyesuaikan dirinya di hadapanku yang masih muda.
Para wali memiliki cahaya Allah yang dengannya mereka memandang keteguhan hati orang-orang yang datang kepada mereka dengan membawa hati dan niat untuk berubah. Kebanyakan keluargaku, meskipun mereka berpegang teguh terhadap agama, memiliki sedikit keyakinan terhadap para wali dalam mereka. Namun ketika mereka melihat kondisiku bersama orang-orang saleh dan menyaksikan keadaanku yang semakin membaik karena pandangan para wali terhadapku, maka mereka menjadi menerima kebenaran, hingga aku menjadi sebab bagi mereka menuju kepada kebajikan. Mereka menyampaikan hal ini kepada asy-Syaikh Muhammad bin Abdullah al-Hibthiy yang merupakan seorang guru besar, ulama bagi lahir dan batin, serta merupakan gudang ilmu ghaib di zaman itu. Beliau sering menjaga perasaanku dan melihat kondisiku, serta merendahkan hatinya saat duduk bersamaku. Aku pernah menyebutkan sebuah kitab kepadanya yang menjelaskan tentang ilmu iksir26. Lalu ia mencari kitab itu selama beberapa hari, sementara aku berdiam di tempatnya di gunung Ghamarah. Setelah mendapatkannya ia berkata kepadaku, “Ini buku tentang iksir, hanya saja aku memiliki keyakinan bahwa tanganmu akan memiliki iksir. Seperti si fulan, jika ia memerlukan sesuatu yang darurat baginya, maka ia masuk ke tempat ibadahnya, lalu membakar besi atau lainnya, kemudian ia mencelupkannya ke air jernih. Kemudian dia berkata,’Demi kedudukanku wahai Allah, jadikanlah bagiku ini dan itu.’ Maka berubahlah benda itu menjadi yang ia mau. Dan aku memiliki keyakinan kau memiliki kemampuan itu bahkan lebih dari itu.” Mendengar keterangan itu, aku meninggalkan ilmu tersebut, bahkan aku meletakkan buku itu di tempat yang dialiri air dan kutindih dengan batu besar. Setelah waktu yang lama, aku kembali ke tempat itu lagi dan mendapati kitab itu tak berubah dan tak rusak meskipun dialiri air.
Kejadian itu kuceritakan kepada sebagian kerabatku yang memiliki kesenangan membaca dan menulis. Lalu mereka meminta kepadaku agar memberikan buku itu kepada mereka. Namun aku menolaknya karena aku mengetahui kondisi mereka, dan aku takut menimbulkan fitnah. Boleh jadi buku itu akan menyebabkan timbulnya bahaya bagi para penguasa dan menyebabkan hilangnya harta orang lain.
Sebenarnya asy-Syaikh Muhammad bin Abdullah al-Hibthiy memiliki firasat tentang aku karena dulu aku pernah bersama seorang syaikh yang berasal dari sebuah negeri yang bernama Damnat yang terletak di belakang sungai Um Rabi’ Aku menemuinya di Maknas, dan aku selalu duduk bersamanya, la memiliki seorangistri dari Andalusia. Beliauadalahseorangyang berilmu, ahli al-Quran dan bersifat zuhud. Seringkah beliau membagikan kepadaku rahasia-rahasia sebuah ilmu dan menceritakan kepadaku pintu-pintu ilmu yang aku tak memahaminya. Jadi, boleh jadi kitab itu dibawa oleh asy-Syaikh Muhammad bin Abdullah al-Hibthiy lalu diberikan kepadaku seraya mengisyaratkan kepadaku dengan ucapannya di atas, bahwa jika aku menyibukkan diri dengan ilmu yang terdapat di kitab itu maka aku akan mencapainya, la juga mengatakan kepadaku agar aku menjauh dari hal yang tidak perlu, dan mengingatkanku agar mengejar sumber ilmu dari yang diberikan-Nya kepada para wali-Nya tanpa harus mencari bahan-bahan seperti yang disebutkan di kitab itu. Julukan yang melekat pada nama beliau, al-Hibtiy, menunjukkan bahwa beliau berasal dari daerah al Hibthi yang terletak di pesisir pantai bagian barat kota Fas, di sebelah barat gunung Ghamarah.
Begitulah, kutinggalkan ilmu itu dan aku mengaitkan hatiku dengan thariqah orang-orang yang memiliki kedekatan di sisi Allah dan para ahli ibadah. Lalu kualami terkuncinya lisanku dan lenyapnya hafalan dari dadaku. Kemudian ad-Dadasiy mengatakan kepadaku seperti yang kuceritakan di atas. Lalu aku selalu mengunjungi para wali yang hidup dan yang telah mati serta mendapatkan keberkahan melalui khirqah dan mengadakan ikatan persahabatan dan persaudaraan dengan mereka. Kemudian muncullah keberkahan mereka, yaitu keberkahan persahabatan dengan para wali yang masih hidup dan telah mati, hingga mengalir pada diriku rahasia-rahasia mereka yang tampak jelas di wajah-wajah mereka. Hingga aku masuk ke negeri Ghamarah menemui salah satu syaikh yang ketika aku duduk bersamanya, mengalirlah keadaan spiritualnya kepadaku. Beliau adalah asy-Syaikh Ahmad al-Falaliy. Ketika aku masuk menemuinya, beliau tersenyum ke arahku dan berkata, “Kau termasuk kelompokku.” Aku menjawab, “Benar.” Lalu ia berkata, “Tetaplah di jalanmu.” Lalu ia memerintahkanku agar pergi kesuatu tempat yang di sebut gunung Ma’din. Di sana terdapat seorang syaikh yang bernama Umar yang tinggal di daerah Bathwiyyah, sebuah daerah yang dikenal sebagai bagian dari Maroko dan terletak di antara laut di dekat gunung Ghamarah dan bagian baratnya. Di tempat itu terdapat tambang besi.
Sumber: Perjumpaan Yusuf bin ‘Abid dengan syaikh Abu Bakar bin Salim