Di perkampungan Yahudi ibu Musa tidak dapat melupakan anak kandungnya sendiri yang tak diketahui lagi nasibnya. Kepada anak perempuannya (kakak perempuan Musa Alaihissalam.) ia minta supaya jangan jemu mencari berita tentang Musa Alaihissalam. untuk ditelusuri jejaknya. Kakak perempuan Musa Alaihissalam. yang konon bernama Maria (Maryam) itu pergi menelusuri tepi bengawan dan sampailah kemudian di kawasan dekat istana Fir’aun. Di sana ia mendengar kabar bahwa keluarga istana mempunyai seorang bayi yang masih menyusu, tetapi ia tidak mau disusui oleh siapa pun. Dengan memberanikan diri dan dengan sangat berhati-hati ia masuk lebih dalam lagi di kawasan istana sehingga bertemu dengan dayang-dayang pelayan istana, keluar hendak mencari wanita yang bersedia menyusui bayi di istana. Mereka berpikir, mungkin di antara sekian banyak wanita ada seorang yang air susunya tidak ditolak oleh bayi yang “rewel” itu. Kepada dayang-dayang itu Maria bertanya dengan hati-hati, seolah-olah sedang berusaha mencarikan sumber nafkah bagi ibunya, “Maukah kalian kutunjukkan suatu keluarga yang sanggup mengasuh bayi itu dan menyusuinya?”
Tawaran Maria tersebut menimbulkan kecurigaan di kalangan pegawai istana, tetapi Maria berhasil meyakinkan mereka dengan jawabannya, “Dugaan kalian itu sama sekali tidak benar. Saya hanya mengetahui ada suatu keluarga yang baik hati dan sayang kepada anak-anak kecil. Saya yakin mereka pasti akan menerima dengan senang hati kepercayaan yang diberikan oleh istana untuk mengasuh seorang anak kecil. Dengan pemberian kepercayaan itu mereka merasa dekat dengan keluarga Baginda Raja, dan melalui tugas itu mereka dapat mempersembahkan kesetiaannya kepada Baginda.”
Dengan izin Fir’aun dan persetujuan Asiyah, mereka berangkat membawa Musa Alaihissalam. mengikuti Maria pulang ke rumah untuk menemui ibu Musa yang sedang sedih membayangkan nasib anaknya. Meskipun ia sangat gembira melihat bayinya diantarkan orang ke rumah, tetapi ia tetap waspada karena tahu benar bahwa orang-orang yang membawa pulang Musa Alaihissalam. adalah para punggawa istana. Ia tidak memperlihatkan kegembiraan berlebih-lebihan. Dengan sopan dan hormat ia menjawab setiap pertanyaan yang mereka ajukan, karena itu mereka tidak mencurigainya sebagai ibu Musa sendiri. Bayi yang mereka bawa kemudian diserahkan, disertai pesan-pesan tertentu untuk menjaga keselamatannya.
Para punggawa istana memang agak heran ketika melihat bayi itu lahap menyedot air susu ibu Musa hingga puas dan tertidur. Padahal sebelum itu bayi tersebut tidak pernah mau disusui oleh beberapa orang wanita dalam lingkungan istana. Akan tetapi keheranan mereka tidak membangkitkan , karena mereka berpikir bahwa bayi yang dibawa dalam perjalanan cukup jauh tentu kehausan. Setelah segala sesuatunya diselesaikan dengan baik mereka beranjak meninggalkan rumah ibu Musa, tetapi dengan alasan yang masuk akal ia menyatakan keberatan, dan lebih suka tetap tinggal di rumah bersama keluarganya. Ia berkeberatan tinggal di stana, karena di sana ia tidak akan dapat bebas memperlihatkan kasih sayang kepada Musa. Bahkan setiap saat ia harus selalu berhati-hati guna menghindari kecurigaan para penghuni istana, khususnya Asiyah dan Fir’aun. Itulah yang dirasa amat berat olehnya sebagai ibu.
Ayat-ayat Alquran mengenai kisah peristiwa tersebut di atas terdapat di dalam Surah Al-Qashash ayat 7-14 dan Surah Tha Ha ayat 37-40 :
واوحينا إلى أم موسى ان أرضعيه فإذا خفت عليه فألقيه في اليم ولا تخا في ولا تخزني إنا رادوه إليك وجاعلوه من المرسلين . فالتقطه آل فرعون ليكون لهم عدوا وحزنا إن فرعون وهامن وجنودهما كانوا خاطئين , وقالت امرات فرعون قرت عين لي ولك لا تقتلوه عسى ان ينفعنا او نتخذه ولدا وهم لا يشعرون . واصبح فؤاد ام موسى فارغا إن كادت لتبدي به لولا ان ربطنا على قلبها لتكون من المؤمنين , وقالت لأخته قصيه فبصرت به عن جنوب وهم لا يشعرون . وحرمنا عليه المراضع من قبل فقالت هل أدلكم على اهل بيت يكفلونه لكم وهم له نا صحون . فرددنه إلى أمه كي تقر عينها ولا تحزن ولتعلم ان وعد الله حق ولكن لا يعلمون . ولما بلغ أشده واستوى آتينه حكما وعلما وكذلك نجزى المحسنين . القصص : 7 – 14
… Dan telah Kami ilhamkan kepada ibu Musa jika engkau mengkhawatirkannya (mengkhawatirkan keselamatannya) buanglah (hanyutkanlah) dia di bengawan (Nil). Tidak usah engkau khawatir dan bersedih hati, karena Kamilah yang akan mengembalikan kepadamu dan akan menjadikannya seorang Rasul…
Kemudian ia (Musa) dipungut oleh keluarga Fir’aun dan ternyata ia menjadi musuh yang menyusahkan mereka. Sesungguhnya Fir’aun dan Haman (panglima perangnya) beserta bala tentaranya telah berbuat kesalahan….
Berkatalah permaisuri Fir’aun kepadanya (Fir’aun), “Sungguh, bayi ini dapat menjadi kesayanganku dan kesayangan Baginda. Janganlah bayi ini Baginda bunuh, semoga kelak ia akan berguna (menguntungkan) kita, atau boleh juga dia kita angkat sebagai anak. Ternyata mereka itu tidak sadar.”….
Hati ibu Musa menjadi kosong (hancur luluh hingga tak tahu apa yang akan dilakukan). Ia nyaris membuka rahasianya sendiri seandainya hatinya tidak Kami perteguh agar ia tetap beriman ….
Ia lalu berkata kepada kakak perempuan Musa, “Telusurilah jejaknya! (Ikutilah dia!). Kakak perempuan Musa melihat adiknya (peti wadahnya) dari kejauhan, sedangkan orang lain (mereka, orang-orang istana) tidak mengetahui (apa yang dilakukan oleh kakak perempuan Musa)” ….
Kemudian Musa Kami cegah menyusu kepada perempuan-perempuan yang hendak menyusuinya (sebelum kembali ke tangan ibunya). Berkatalah kakak perempuan Musa (kepada para punggawa istana Fir’aun), “Maukah kalian kutunjukkan suatu keluarga yang sanggup mengasuh bayi itu dengan baik?” ….
Kemudian Musa Kami kembalikan kepada ibunya agar ia (ibunya) ber-senang hati dan tidak sedih, dan agar ia mengetahui pula bahwa janji Allah adalah benar. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti….
Dan setelah Musa cukup usia serta sempurna akal pikirannya Kami karuniakan hikmah dan pengetahuan kepadanya. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang yang berbuat baik.
(QSA1-Qashash: 7-14)
قال قد اوتيت سؤلك يموسى . ولقد مننا عليك مرة اخرى إذ اوحينا الى أمك ما يوحى . ان اقذ فيه في التابوت فاقذفيه في اليم فليلقه اليم بالساحل يأخذه عدو لي وعدو له وألقيت عليك محبة مني ولتصنع على عيني , اذ تمشي أختك فتقول هل ادلكم على من يكفله فرجعنك الى امك كي تقر عينها ولا تحزن وقتلت نفسا فنجينك من الغم وفتنك فتونا فلبثت سنين في اهل مدين ثم جئت على قدر يموسى . طه : 26-40
Allah berfirman, “Hai Musa, sebenarnya permintaanmu telah Kuperke-nankan. Dan telah pula Kami berikan kepadamu karunia di waktu lain, yaitu ketika Kami mengilhami ibumu dengan suatu ilham yang menyuruhnya: Taruhlah dia (bayi Musa) dalam peti lalu hanyutkanlah di bengawan (Nil). Air bengawan itu pasti akan membawanya ke tepi dan ia akan diambil oleh musuh-Ku dan musuhnya (yakni keluarga istana Fir’aun). Dan kepadamu (hai Musa) telah Kulimpahkan kasih sayang dari-Ku agar engkau diasuh di bawah pengawasan-Ku….
Ketika itu saudara perempuanmu berjalan (mengikutimu), lalu berkata kepada para penghuni istana: Maukah kalian kutunjukkan suatu keluarga yang sanggup mengasuh bayi? Akhirnya engkau Kami kembalikan kepada ibumu agar ia bersenang hati dan tidak selalu sedih. Kemudian setelah engkau dewasa engkau membunuh seorang (qibth), lalu engkau kami selamatkan dari kesulitan dan Kami uji dengan beberapa cobaan. (Selanjutnya) beberapa tahun engkau tinggal di tengah penduduk Madyan (melarikan diri). Kemudian, engkau hai Musa, engkau datang (di lembah Thuwa) menurut waktu yang ditetapkan (untuk menerima wahyu dan kerasulan).
(QS Tha-Ha: 37-40)
Demikianlah ilham yang diterima ibu Musa dari Allah SWT yang memberikan tugas mulia dan berat kepadanya, yaitu tugas menyelamatkan seorang bayi yang telah ditetapkan oleh-Nya akan menjadi Nabi dan Rasul. Ibu Musa bertugas menyelamatkan putranya dari pembantaian Fir’aun terhadap setiap anak lelaki dari kaum Yahudi pada masa itu.
Sumber : Baitun Nubuwwah Karya H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini