Kedatangan ‘Umar r.a. disambut baik oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam, bahkan wajah beliau tampak berseri-seri dan riang. Lain halnya ‘Umar yang datang membawa kejengkelan tersembunyi di dalam dada terhadap Abu Bakar dan ‘Utsman—radhiyallahu ‘anhuma. ‘Umar mohon maaf lebih dulu kepada beliau sebelum menceritakan kepahitan yang baru saja dialami. Dengan lemah lembut beliau menyatakan bersedia menerima keluhan ‘Umar dan akan membantu mengatasi kesulitan yang dihadapinya. ‘Umar r.a. lalu mengutarakan seluruh kejengkelannya terhadap Abu Bakar dan ‘Utsman yang olehnya dianggap telah menusuk hati dan perasaannya. Mendengar cerita ‘Umar r.a. itu Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam tersenyum, kemudian memberi tahu ‘Umar, “Hafshah akan mempunyai suami yang lebih baik daripada Abu Bakar dan ‘Utsman akan mempunyai istri yang lebih baik daripada Hafshah.”
Jawaban yang secara tiba-tiba diberikan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam itu sungguh membingungkan ‘Umar r.a. Ia bertanya-tanya di dalam hati, “Hafshah akan mempunyai suami yang lebih baik daripada ‘Utsman? Lelaki manakah yang lebih baik daripada ‘Utsman?” Ia diam beberapa saat, menebak-nebak siapakah yang dimaksud “suami yang lebih baik daripada ‘Utsman”. Akhirnya terbukalah pandangan setelah yakin, tidak ada pria yang lebih baik daripada ‘Utsman selain Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam sendiri. “Yang beliau maksud tentu diri beliau sendiri,” demikianlah ‘Umar berkata di dalam hati. Ia yakin benar bahwa itulah yang dimaksud oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam, karenanya tanpa bimbang ragu ia berdiri menjabat tangan beliau seraya menyatakan syukur dan kegembiraannya atas kesediaan beliau nikah dengan putrinya, Hafshah.
Dengan hati riang gembira ‘Umar r.a. beranjak meninggalkan kediaman Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam menuju ke rumah Abu Bakar dan ‘Utsman, memberitahukan apa yang telah menjadi keputusan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam Orang pertama yang ditemui ‘Umar r.a. ialah Abu Bakar r.a. Mendengar keputusan Nabi yang diberitahukan oleh ‘Umar itu Abu Bakar menyatakan ucapan selamat dan mendoakan keselamatan. Ia minta maaf atas sikapnya yang diam tidak menjawab tawaran ‘Umar, “Hai ‘Umar, jangan Anda marah kepadaku. Aku diam mengenai itu karena Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam pernah menyebut nama Hafshah. Saya tidak mau membuka rahasia pribadi beliau. Seumpama beliau membiarkan Hafshah, tentu ia kuni-kah.”
Dua orang bersahabat itu kemudian pergi bersama-sama. Abu Bakar menuju ke kediaman ‘A’isyah r.a. untuk memberi tahu rencana pernikahan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam dengan Hafshah; dan ‘Umar pulang ke rumah untuk memberi tahu putrinya, bahwa ia akan beroleh seorang suami termulia. Kaum Muslimin turut merasa gembira mendengar kesedihan ‘Umar r.a. telah teratasi dengan baik….
Beberapa hari kemudian berlangsunglah pernikahan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam dengan Hafshah binti ‘Umar, yaitu pada bulan Sya’ban tahun ke-3 Hijriyah. Demikian pula ‘Utsman bin ‘Affan r.a. yang tidak lama sesudah itu ia juga dinikahkan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam dengan putri beliau, Ummu Kaltsum binti Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam, adik Ruqayyah yang telah wafat.
Sumber : Baitun Nubuwwah Karya H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini