Ada empat tipe manusia di dalam kehidupan, yaitu pekerja, pemikir, seniman, dan manusia yang jiwanya larut dalam ibadah. Pada diri Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam semua tipe tersebut berpadu dalam bentuk yang amat sempurna. Demikian utuh dan sempurna pribadi beliau sesuai dengan tugas kenabian dan risalah sebagai rahmat bagi alam semesta:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta. (QS Al-Anbiya 107)
Selain itu beliau juga ditetapkan oleh Rabbul-alamin sebagai suri teladan bagi seluruh umat manusia:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Pada pribadi Rasulullah terdapat suri teladan yang baik bagi kalian, (dan bagi setiap orang) yang mengharapkan (keridhaan) Allah serta (kebahagiaan hidup) di akhirat. (QS Al-Ahzab 21)
Benar beliau adalah seorang manusia biasa sebagaimana dinyatakan dalam Alquran Surah Al-Kahfi 110:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِد
Katakanlah (hai Muhammad): Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kalian. Diwahyukan kepadaku, bahwasanya Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Esa.
Akan tetapi persamaan beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dengan manusia yang lain adalah dalam ber-syariyyah—fisik dan psikis kemanusiaan, dalam arti beliau mempunyai mata, telinga, tangan, kaki, dan anggota-anggota tubuh lain seperti yang lazim ada pada manusia. Selain itu beliau juga mempunyai naluri seperti butuh makan, minum, hubungan seksual, dapat merasa senang dan susah, gembira dan marah. Dalam kesemuanya itu beliau memang manusia biasa. Akan tetapi sifat-sifat kemanusiawian beliau—seperti kejujuran, keluhuran, kasih sayang dan sebagainya adalah berbeda dengan manusia yang lain. Beliau dikaruniai Allah SWT banyak keistimewaan yang tidak dikaruniakan kepada manusia yang lain. Bahkan tidak pula dikaruniakan kepada malaikat yang terdekat dengan ‘Arsy kekuasaan-Nya, seperti malaikat Jibril a.s. Di antara keistimewaan yang dilimpahkan Allah SWT kepada beliau ialah keterpeliha-raan (ishmah) beliau dari segala dosa dan noda.
Sirah Ibnu Hisyam mengemukakan sebuah riwayat dari sumber yang dapat dipercaya, bahwa ketika Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam masih kanak-kanak, saat bermain-main agak jauh dari rumah ibu susuannya, Halimah As-Sa’diyyah, beliau didatangi seorang malaikat berpakaian putih bersih. Beliau dipegang lalu dibaringkan, kemudian dibedah dan hati beliau disucikan dari semua benih kotoran dan dosa. Peristiwa itu disaksikan sendiri oleh anak lelaki Halimah yang sedang menemani beliau bermain-main. Karena takut ia lari sambil berteriak memanggil-manggil ibunya. Sumber riwayat lain mengetengahkan peristiwa pembedahan dada beliau shalallahu alaihi wa aalihi wa sallam. yang kedua, yaitu ketika beliau hendak di-mi’raj-kan ke Sidratul-Muntaha melewati tujuh petala langit. Maksud pembedahan itu ialah untuk lebih menyucikan lagi hati beliau yang sudah suci, karena beliau hendak dihadirkan di hadapan Allah Rabbul-alamin.
Berdasarkan dua riwayat dari sumber yang dapat dipercaya itu, kita tidak meragukan keistimewaan sifat yang dikaruniakan Allah kepada beliau. Sementara orang berpendapat, bahwa pembedahan dada yang diriwayatkan itu hanya bersifat metafisik, yakni bukan peristiwa fisik. Itu bukan masalah penting untuk dipersoalkan, sebab peristiwa Isra dan Mi’raj itu sendiri adalah peristiwa fisik dan metafisik sekaligus. Allah SWT sendiri yang dengan kekuasaan-Nya “memperjalankan hamba-Nya (Muhammad shalallahu alaihi wa aalihi wa sallam) di malam hari (QS Al-Isra: 1). Lafal “hamba” tidak bermakna lain kecuali “manusia utuh,” ruh, dan jasad. Peristiwa Isra dan Mi’raj dapat kita sebut sebagai puncak keistimewaan pribadi dan sifat Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa aalihi wa sallam. Tidak ada makhluk selain beliau, baik di kalangan para Nabi dan Rasul maupun di kalangan para malaikat muqarrabin, yang pernah beroleh martabat dan keistimewaan seperti beliau. Bahkan malaikat Jibril Alaihissalam sendiri dalam perjalanan mengantar beliau hingga ke tujuh petala langit, berhenti sampai batas itu. Rasulullah shalallahu alaihi wa aalihi wa sallam dipersilakan melanjutkan perjalanan ke Sidratul-Muntaha, tempat tersuci yang tidak dapat dijamah oleh makhluk Allah apa pun selain beliau. Hanya beliau sajalah hamba Allah satu-satunya yang diperkenankan mencapai tempat tersuci dan termulia, Sidratul-Muntaha. Dari sanalah beliau melihat malaikat Jibril dalam rupa aslinya, tidak lagi seperti yang dilihatnya selama dalam perjalanan ke Sidratul-Muntaha.[1]
Pada hakikatnya mi’raj adalah kemuliaan luar biasa yang dilimpahkan Allah SWT kepada Nabi Besar Muhammad shalallahu alaihi wa aalihi wa sallam. Allah berkehendak menghadirkan beliau di hadapan-Nya. Namun, sebagai makhluk ciptaan-Nya beliau tidak memiliki daya dan sarana untuk menempuh perjalanan suci di alam malakut. Karena itu Allah SWT memperlengkapi beliau dengan kekuatan luar biasa dan sarana-sarana serba suci yang diperlukan: (1) Beliau dibedah dan disucikan hatinya lebih dahulu sesuci-sucinya sebelum memulai perjalanan. (2) Untuk perjalanan beliau di alam malakut, Allah menciptakan “kendaraan” khusus berupa buraq. Sebagai pengantar dan penunjukjalan (guide) Allah SWT memerintahkan malaikat Jibril Alaihissalam menyertai perjalanan beliau hingga batas maksimal yang dapat dijangkau oleh malaikat tersebut. Selebihnya dari batas itu Allah SWT sendiri yang menghadirkan beliau di hadapan mahligai kebesaran dan keagungan-Nya untuk menerima perintah shalat fardu bagi umatnya, lima kali sehari-semalam.
———-
[1] Alquran Al-Karim: 13-14.
Sumber : Baitun Nubuwwah Karya H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini