Pernikahan Atas Perintah Ilahi
Kendati Zainab telah menjadi istri Zaid, kehidupan suami istri itu sama sekali tidak serasi. Zainab sukar melupakan kemuliaan dirinya sebagai wanita berdarah bangsawan. Ia tetap merasa tidak sudi mempunyai seorang “bekas budak.” Satu detik pun ia tidak pernah merasa kedudukannya lebih rendah dari suaminya, seorang lelaki yang hadir di tengah keluarga Rasulullah sebagai “budak.” Demikian itulah pola pikiran Zainab binti Jahsy. Suami manakah yang sanggup menelan kepahitan seperti itu! Zaid bin Haritsah merasa tak tahan lagi terus-menerus menghadapi ejekan, penghinaan, gangguan, dan kecongkakan yang diperlihatkan oleh Zainab di depan hidungnya. Ia mengadu kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam , bukan hanya satu kali, melainkan berulang kali. Beliau menasihatinya agar lebih memperteguh kesabarannya menerima perlakuan yang tidak pantas dari Zainab. Beliau menyuruhnya, “Pertahankanlah istrimu dan tetap bertakwa kepada Allah.”
Pada suatu hari Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam hendak bertemu dengan Zaid untuk suatu keperluan. Beliau datang ke rumahnya, tetapi Zaid tidak berada di rumah. Istri Zaid, Zainab binti Jahsy, ketika mengetahui Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam datang cepat-cepat keluar menyambut kedatangan beliau. Demikian riang dan senangnya hati Zainab karena ia merasa beroleh kehormatan besar dengan kedatangan Nabi di rumahnya. Dengan wajah berseri-seri ia mempersilakan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam masuk, menunggu Zaid yang tidak lama lagi akan datang. Beliau menolak, mungkin beliau berpikir berada di dalam rumah berduaan dengan seorang wanita yang bukan muhrimnya merupakan suatu hal yang tidak layak. Beliau minta diri, lalu sambil melangkah pulang berucap, “SubhanallahAl-Adzim …!”
Zainab masuk kembali ke dalam rumah dan sambil duduk memikirkan apa sebab Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam mengucapkan kalimat tasbih. Tidak berapa lama sesudah itu datanglah Zaid bin Haritsah. Baru pertama kali itu Zainab mau mengajak bicara suaminya. Ia memberi tahu bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam datang ke rumah. Zaid bertanya, “Mengapa engkau tidak mempersilakan beliau masuk?” Zainab menjawab, bahwa ia telahh mempersilakan masuk, tetapi tidak mau. Zaid masih bertanya lagi, “Apakah beliau berkata sesuatu?” Zainab menjawab, “Sambil berbalik ke belakang dan mulai berjalan beliau berucap SubhdnalldhAl-AdzimY’
Zaid tertegun sejenak, kemudian pergi menuju kediaman Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam untuk bertemu dengan beliau. Ia bertanya, “Ya Rasulullah, saya dengar Anda datang ke rumahku, mengapa Anda tidak masuk?” Pertanyaan itu belum terjawab Zaid menambah dengan pertanyaan lain, “Apakah ia (Zainab) saya cerai saja, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Apa maksudmu? Apakah engkau mencurigainya?” Zaid menjawab, “Ya Rasulullah, saya sama sekali tidak mencurigainya, demi Allah! Kulihat baik-baik saja, tetapi ia masih tetap membangga-banggakan kehormatan dirinya terhadap saya. Ia sangat sombong, lidahnya selalu menyakiti hatiku!” Beliau menasihati Zaid, “Pertahankan istrimu!”
Sumber : Baitun Nubuwwah Karya H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini