‘A’isyah r.a. Menyusul ke Madinah
Setelah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam dalam keadaan mantap tinggal di Madinah beliau mengtus Zaid bin Haritsah berangkat ke Makkah ditemani maula beliau, Abu Rafi’. Beliau menugaskan Zaid memboyong putri-putri beliau ke Madinah. Bersamaan dengan itu Abu Bakar r.a. juga berkirim surat kepada anak lelakinya, Abdullah, menyuruhnya berangkat menyusul hijrah ke Madinah bersama Ummu Ruman dan dua orang putrinya, yaitu Asma dan ‘A’isyah r.a.
Semua mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan selama dalam perjalanan menuju kota Madinah. Keluarga Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam dan keluarga Abu Bakar r.a. meninggalkan Makkah dengan selamat, tidak menghadapi kesukaran yang berarti. Di tengah jalan ‘A’isyah r.a. sangat gembira, mungkin karena baru pertama kali ia bepergian jauh. Selain itu ia juga gembira karena akan bertemu dengan ayahnya dan dengan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam Ia membayangkan betapa senang tinggal di kota baru, di tengah masyarakat baru dan di dalam suasana baru. Di saat-saat ia asyik bersuka ria di atas punggung unta, tiba-tiba unta yang dikendarainya melesat lari cepat. Ummu Ruman berteriak-teriak ketakutan, akan tetapi unta yang melesat itu akhirnya dapat dikejar dan dijinakkan oleh Zaid bin Haritsah dan Abu Rafi’.
Di Madinah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam telah menyiapkan tempat tinggal bagi ‘A’isyah r.a. Kaum Muhajirin yang telah tiba lebih dulu berlomba-lomba dengan kaum Anshar membuatkan tempat-tempat tinggal khusus bagi Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam dan keluarganya. Ada yang membuatnya dengan pelepah-pelepah kurma dan tanah liat, ada pula yang membuatkan dengan batu-batu yang disusun dan direkatkan dengan tanah liat. Tempat-tempat tinggal itu berupa sembilan ruang dengan pintu masing-masing menghadap ke halaman masjid yang dibangun dalam waktu yang bersamaan. Saudah binti Zam’ah menempati sebuah ruang dari bangunan itu. Dialah yang mengurus keperluan sehari-hari Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam bersama dua orang putrinya, Fathimah Az-Zahra r.a. dan Ummu Kaltsum r.a. Sedangkan Ruqayyah r.a. tinggal serumah dengan suaminya, ‘Uts-man bin ‘Affan r.a. di tempat lain. Zainab r.a. masih tetap di Makkah bersama suaminya, Abul-‘Ash bin Ar-Rabi’, anak lelaki bibinya yang bernama Halah. Ketika itu Abul-‘Ash belum mau memeluk agama Islam, dan agama Islam belum mensyariatkan perceraian suami-istri yang berlainan agama, yakni satu Muslim dan yang lain musyrik.
Usai pembangunan masjid Nabawi dan setelah keadaan kaum Muhajirin mulai hidup tenang di Madinah bersama kaum Anshar, Abu Bakar r.a. berunding dengan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam mengenai pelaksanaan pernikahan beliau dengan ‘A’isyah r.a. yang telah diijabkabulkan di Makkah tiga tahun lalu. Karena ‘A’isyah r.a. sudah cukup usia maka Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam menyetujui pendapat Abu Bakar r.a. Beberapa hari kemudian beliau dengan diantar sejumlah sahabat datang ke rumah keluarga Abu Bakar yang ketika itu masih menumpang di permukiman Bani Khazraj.
Sumber : Baitun Nubuwwah Karya H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini