Amanat Termahal di Dunia
Semenjak Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam bertindak tegas dan sejak turunnya ayat-ayat 3-5 At-Tahrim, para istri Nabi tidak lagi berulah menyusahkan beliau. Demikian pula Hafshah binti ‘Umar r.a. yang nyaris terlunta-lunta akibat perbuatannya. Sekarang ia telah bertobat dan hidup tenang sebagai Ummul-Mu’minin. Tidak ditemukan lagi adanya berita atau riwayat tentang keikutsertaannya dalam kegiatan yang menyulitkan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam , sebagaimana yang sering dilakukan sebelumnya bersama ‘A’isyah r.a.
Beberapa waktu sepeninggal Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam , di antara para Ummul-Mu’minin Hafshahlah yang terpilih sebagai penyimpan naskah tertulis Alquranul Karim. Hal itu terjadi disebabkan oleh beberapa kemungkinan, antara lain: (1) Mungkin disebabkan karena ‘Umar r.a. (ayah Hafshah) pernah mengusulkan kepada khalifah pertama, Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., agar catatan-catatan mus-haf yang bertebaran di tangan kaum Muslimin segera dibukukan (dikodifikasi) sebelum terlampau jauh dari masa turunnya wahyu. Usul tersebut didorong oleh kekhawatirannya mengingat banyak sahabat Nabi penghafal Alquran gugur di medan Perang Riddah (peperangan melawan pembangkangan kaum murtad pada masa kekhalifahan Abu Bakar r.a.). Usul tersebut diterima baik oleh khalifah pertama, kemudian semua catatan ayat-ayat Al-quran dikumpulkan lalu dititipkan sebagai amanat kepada Ummul-Muminin Hafshah r.a. (2) Mungkin pula disebabkan oleh kenyataan yang disebut oleh beberapa sumber riwayat, yaitu pada mulanya mus-haf (catatan ayat-ayat Alquran berada di tangan ‘Umar Ibnul-Khaththab r.a. Karena ia menderita luka berat akibat teror Abu Lu’lu’ah (musuh Islam), beberapa waktu sebelum wafat ia menitipkannya kepada putrinya, Hafshah Ummul-Mu’minin r.a. Pada saat itu belum terbai’at seorang khalifah penggantinya, masih menunggu hasil perundingan enam orang ahlu-syuro (semacam komisi khusus) yang ditetapkan olehnya sebelum wafat.
* # *
Dalam bulan Jumadil-akhir tahun ke-13 Hijriyah, Abu Bakar r.a. wafat. Menjelang akhir hayatnya ia mewasiatkan agar kaum Muslimin membai’at ‘Umar r.a. sebagai penggantinya. Pada masa kekhalifahan ‘Umar r.a., Ummul-Mu’minin Hafshah r.a. menyaksikan betapa besar keberhasilan yang diraih ayahnya dalam melaksanakan tugas memimpin umat Islam dan menyebarluaskan dakwah di kalangan bangsa-bangsa lain. Negeri-negeri seperti Syam (sekarang Suriah, Lebanon, dan Yordania), Persia (sekarang Iran dan Irak), dan Mesir dapat dibebaskan dari kekuasaan Rumawi (Byzantium) dan raja-raja Sasanid. Berbarengan dengan gerakan perluasan dakwah Islam di kawasan-kawasan luar Hijaz itu penduduk setempat berbondong-bondong memeluk Islam.
Tiba-tiba kaum Muslimin dikejutkan oleh terjadinya teror berdarah terhadap Khalifah ‘Umar r.a. yang dilakukan oleh seorang majusi bernama Abu Lu’lu’ah, di tengah malam gelap gulita dalam bulan Zulhijjah tahun ke-23 Hijriyah. Berdasarkan keputusan ahlu-syuro yang ditetapkan oleh Khalifah ‘Umar r.a. sebelum wafat, ‘Utsman bin Affan r.a. dibai’at sebagai khalifah ketiga. Pada zaman kekhalifahan ‘Utsman r.a. itulah Alquran ditulis ulang sesuai dengan catatan-catatan mus-haf yang disimpan oleh Ummul-Mu’minin Hafshah r.a.
Dalam peperangan Azribejan seorang sahabat Nabi bernama Hu-dzaifah bin Al-Yaman mendapati kaum Muslimin berlainan cara dalam membaca Alquran, masing-masing menurut cara yang diajarkan oleh gurunya di daerah-daerah, yang pada umumnya terdiri dari para sahabat Nabi. Perbedaan cara membaca kitab suci itu amat meresahkan hati Hudzaifah. Ia sangat khawatir, jika hal itu dibiarkan tentu akan membingungkan umat Islam. Oleh sebab itu ia mengusulkan penyeragaman sistem pembacaan Alquran kepada Khalifah ‘Utsman r.a. Usul tersebut diterima baik, lalu dibentuklah “komisi khusus” yang bertugas meneliti berbagai sistem bacaan dan menyeragamkannya dengan berpedoman pada mus-hafyang berada di tangan Ummul Muminin Hafshah r.a. Mushaf yang telah diseragamkan penulisannya itu salinan naskahnya diperbanyak dan dibagikan ke semua negeri Islam. Dengan sistem penulisan yang seragam itu dapat dihindari kemungkinan terjadinya perbedaan cara membaca Alquran di kalangan umat Islam. Mushhaf yang diseragamkan penulisannya itulah yang dalam sejarah Islam terkenal dengan Mushhaf1 Utsmani.
Sumber : Baitun Nubuwwah Karya H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini