Pada mulanya riwayat kehidupan para anggota keluarga Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam hendak kami satukan dengan buku kami yang terdahulu, Siratul-Musthafa. Karena bagaimanapun kehidupan pribadi beliau dalam menghadapi rumah tangga dan para anggota keluarganya tidak dapat dipisahkan dari semua segi kehidupan beliau sebagai Nabi dan Rasul, atau sebagai manusia agung. Semua yang beliau lakukan dan ucapkan adalah sunnah, dan dapat menjadi sumber hukum kedua sesudah Kitabullah Alquran. Sekurang-kurangnya sunnah beliau adalah suri teladan yang sempurna. Akan tetapi mengingat ketebalan buku Siratul-Musthafa yang mencapai 1024 halaman, maka riwayat kehidupan rumah tangga dan para anggota keluarga beliau kami pisahkan menjadi buku tersendiri. Hal itu perlu kami ketengahkan karena seluruh kehidupan beliau merupakan kesatuan utuh, tak ada satu segi pun yang terpisah dari yang lain.
Mengenai keutuhan pribadi beliau kami uraikan secara ringkas seperti berikut.
Junjungan kita Nabi Besar Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam lahir di Makkah dalam keadaan yatim, dibesarkan dalam keadaan miskin, tidak belajar pada suatu unit pendidikan apa pun, dan tidak dapat membaca atau menulis. Beliau hidup dalam lingkungan terbelakang, kendati beliau berasal dari keturunan kabilah terhormat sehingga beroleh kepercayaan masyarakat mengelola tempat suci Ka’bah. Akan tetapi semua faktor yang kami sebut tadi tidak membawa dampak negatif sedikit pun pada keutuhan pribadi beliau. Sejumlah pakar ilmu pengetahuan dari berbagai agama, disiplin ilmu di berbagai belahan bumi dan dalam berbagai zaman, dengan menggunakan tolok ukur masing-masing semuanya sepakat, bahwa Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam adalah salah satu di antara manusia terbesar jika orang enggan menyebut beliau sebagai manusia terbesar yang dikenal oleh sejarah kemanusiaan.
Demikianlah kesimpulan Thomas Carlyle di dalam bukunya, On Heroes, Hero Worship and The Herois in History, berdasarkan tolok ukur kepahlawanan. Demikian pula Will Durant di dalam bukunya, The Story of Civilitation in The World, yang menggunakan tolok ukur kekaryaan dalam penilaiannya. Marcus Dodds menarik kesimpulan yang sama di dalam bukunya, Muhammad, Budha and Christ, yang dalam penilaiannya menggunakan tolok ukur keberanian moral, Nazmi Luke juga menetapkan kesimpulan yang sama di dalam bukunya, Muhammad Ar-Rasul War-Risalah. Dalam hal itu ia menggunakan tolok ukur metode pembuktian ajaran. Michael H. Hart di dalam bukunya yang berjudul The 100, a Ranking ofThe Most Influential Persons in History, menetapkan kesimpulan yang sama pula. Ia menilai beliau sebagai manusia yang mempunyai pengaruh terbesar di dunia. Masih banyak deretan nama-nama ilmuwan lain yang mengakui keagungan Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam
Itulah sebagian makna janji Allah SWT kepada beliau di dalam Al-quran Surah Al-Insyirah 4:
وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ
Kami pasti akan mengangkat namamu (hai Muhammad) setinggi-tingginya.
Itu jugalah sebagian dari maksud firman Allah SWT yang tertuju kepada seluruh umat manusia, sebagaimana termaktub di dalam Al-quran Surah An-Nisa’ 174:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمْ بُرْهَانٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ نُورًا مُبِينًا
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian bukti kebenaran dari Tuhan kalian (Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dan mukjizatnya) dan telah (pula) Kami turunkan kepada kalian cahaya terang benderang (Al-Quran).
Benar, Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam memang bukti kebenaran! Kendati banyak faktor kelemahan dan kekurangan yang melingkari kehidupan beliau sejak lahir yatim, miskin, buta huruf, dan lingkungan terbelakang namun banyak pakar sejarah yang jujur mengakui kebesaran dan keAgungan beliau, walau mereka itu non-Muslim.
Para pakar pendidikan pada umumnya berpendapat, bahwa kepribadian seseorang dibentuk oleh ayah-ibu, sekolah, dan lingkungan. Akan tetapi itu semua tidak berlaku bagi manusia pilihan Allah, Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam Allah sendirilah yang mempersiapkan dan mendidik beliau sehingga bebas sama sekali dari semua faktor tersebut. Beliau terhindar dari acuan (pengarahan) ayahnya yang sudah wafat sebelum beliau lahir. Juga terhindar dari acuan ibu. Bukankah beliau dibesarkan jauh dari bundanya? Beliau tidak mengenal baca-tulis dan tidak pernah duduk di bangku sekolah, dan tidak pernah menerima pengarahan dari siapa pun. Allah SWT memang menghendaki beliau terhindar dari pengaruh peradaban apa saja yang mewarnai kepribadiannya. Bukan lain adalah beliau sendiri yang menegaskan:
ادبني ربي فأحسن تأديبي
“Allah, Tuhanku, yang mendidikku, maka Dialah yang telah mendidik diriku sebaik-baiknya.” (Hadis)
Ada empat tipe manusia di dalam kehidupan, yaitu pekerja, pemikir, seniman, dan manusia yang jiwanya larut dalam ibadah. Pada diri Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam semua tipe tersebut berpadu dalam bentuk yang amat sempurna. Demikian utuh dan sempurna pribadi beliau sesuai dengan tugas kenabian dan risalah sebagai rahmat bagi alam semesta:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta. (QS Al-Anbiya 107)
Selain itu beliau juga ditetapkan oleh Rabbul-alamin sebagai suri teladan bagi seluruh umat manusia:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Pada pribadi Rasulullah terdapat suri teladan yang baik bagi kalian, (dan bagi setiap orang) yang mengharapkan (keridhaan) Allah serta (kebahagiaan hidup) di akhirat. (QS Al-Ahzab 21)
Sumber : Baitun Nubuwwah Karya H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini